AMBONKITA.COM,- Sekilas tak nampak ada hal berbeda darinya ketika penulis bertemu pertama kali dengannya disuatu kegiatan di Hotel The City, Kota Ambon awal November 2023 lalu.
Hanya seorang gadis manis mungil yang wajahnya tak membosankan jika dipandang. Ia terlihat tenang untuk gadis seusianya. Baru penulis sadari ketika kami berkenalan. Bibirnya berkata halo tanpa suara sementara jemarinya merangkai huruf demi huruf menyebut namanya. “Halo Saya Deva, saya bicara dalam bahasa isyarat.”
Baru kali ini penulis terkesima pada seorang gadis, terlepas wajah manisnya yang teduh. Sorot mata Deva dalam diam itu mata yang cerdas dan seperti ingin mendobrak dunia.
Melalui salah satu penerjemah bahasa isyarat dari Rumah Generasi, Deva menjelaskan kondisi Komunitas Tuli di Maluku yang ia pimpin. Ya. Deva adalah Ketua Komunitas Tuli Maluku.
”Kami kesulitan mencari kerja, banyak lapangan pekerjaan yang tidak ramah disabilitas. Padahal kami belum dicoba, semua tes hanya untuk mereka yang non disabilitas, padahal jika menggunakan alat bantu yang ramah disabilitas, kami kira kami punya kemampuan yang sama untuk posisi yang sesuai kondisi kami, ”jelas Deva dengan jari jemari yang lincah merangkai huruf demi huruf.
Devana Sabatini Tuhuleruw itu nama lengkapnya, terlahir 23 tahun lalu dari ayah Robert Tuhuleruw dan ibu Mona de Fretes ini memiliki segudang prestasi sejak SD.
Mahasiswi Stikom semester 5 ini memang sejak SD kerap mengikuti beragam lomba. Saat SD Luar Biasa (SDLB) ia mengikuti Olimpiade Sains Nasional (OSN) Matematika se Maluku dan menang hingga bisa mewakili Maluku ke tingkat nasional di Bali pada 2012. Hal yang sama berulang di 2013 dan kembali dikirim ke Bandung mewakili Maluku.
Tak berhenti di sana, Deva juga mengikuti lomba serupa saat berada di SMPLB bahkan mengikuti lomba gebyar di Bali pada 2014.
Saat masih SMPLB bakat olahraga tenis meja mulai diasah hasilnya ia mewakili Maluku pada lomba tenis meja tingkat nasional di Bandung pada 2015.
Lanjut saat duduk di SMALB Deva mengikuti Lomba Kompetensi Siswa Nasional (LKSN) bidang kecantikan dan berhasil mewakili Maluku ke Bandung pada 2016 dan ke Jakarta 2017 setelah menang di tingkat provinsi. Pada 2017 Deva juga menang saat mengikuti Lomba Teknik Informasi dan Komputer (TIK) untuk aplikasi MS Word dan menang sebagai juara di regional Papua.
Pada 2020 meski masa pandemi Covid-19. Gadis manis tiga bersaudara ini menang juara 2 nasional Lomba Jambore TIK secara Luring untuk E-Commerce.
Tahun berikutnya 2021 Deva mengikuti Lomba Perpanas tenis meja di Papua. Dengan segudang prestasi tingkat provinsi dan nasional itu Deva mengaku hal yang paling sulit dalam hidupnya adalah takut sulit berkomunikasi dan mendaftar pekerjaan.
”Saya tidak pernah dibully, tapi saya cuma takut kesulitan berkomunikasi dan sulit daftar pekerjaan,” jelas Deva.
Terpilih sebagai ketua komunitas tuli Maluku, ia kerap diundang oleh Dinas Sosial atau lembaga-lembaga pemerhati disabilitas untuk ikut menyuarakan kepentingan disabilitas, salah satunya adalah soal pekerjaan.
Deva cukup populer di media sosial, akun Instagramnya saja sudah mencapai 32 ribu followers. Bisa disebut selebgram. Media sosialnya ia gunakan untuk mengajarkan bahasa isyarat dan postingan kegiatan yang ia hadiri.
Seorang gurunya sempat nyelutuk saat kami makan bersama usai kegiatan itu, ”Deva ini cerdas, selama masa sekolah SD, SMP, SMA dia juara kelas dan sering dikirim keluar mewakili sekolah,”ungkap sang guru.
Deva bercerita, ia sering sedih jika pergi ke gedung pemerintah di kota ini, sama sekali tidak ramah disabilitas, bayangkan tak ada yang bisa berbahasa isyarat di gedung-gedung itu, ”lalu bagaimana kami bisa berkomunikasi, menyampaikan pesan kami?” tanya dia.
Bukan hanya ragam disabilitas tuli seperti dirinya yang ia pertanyakan, tapi ragam disabilitas lain seperti tuna grahita atau tuna netra misalnya akan sulit mengakses bangunan yang bertangga jika tak punya lift atau jalan untuk kursi roda.
Kegelisahaannya ini kerap ia sampaikan ketika mengikuti acara-acara yang digelar pemerintah atau Rumah Generasi sebagai lembaga pemerhati disabilitas di Kota Ambon.
Saat Hari Disabilitas Dunia yang diperingati setiap tanggal 3 Desember, Deva sempat menyampaikan kegelisahaannya kepada Pj Walikota Ambon, Bodewin Watimena dalam acara itu.
”Bagimana bisa kami terserap lapangan kerja jika kami tak diberi kesempatan, padahal undang-undang mewajibkan demikian pak, apa mungkin kami mendapatkan pekerjaan?” gugat Deva dihadapan walikota.
Bodewin Watimena, Pj Walikota Ambon yang juga merupakan Sekretaris DPRD Maluku tentu memahami betul kondisi disabilitas di kota ini. Dia mengakui masih minimnya fasilitas pemerintah yang ramah terhadap disabilitas juga akses lapangan pekerjaan.
”Aturan undang-undang kita jelas ya Deva, 1 persen untuk lembaga pemerintah dan 2 persen untuk swasta wajib mempekerjakan disabilitas, kita akan bahas ragam disabilitas seperti apa yang cocok untuk pekerjaan seperti apa, syarat perekrutan juga memang harus dibedakan antara non disabilitas dan disabilitas, di sini ada balai latihan kerja, ada dinas sosial, dan lain-lain yang akan bekerja sama untuk itu,” janji walikota dihadapan ratusan peserta Hari Disabilitas Dunia yang digelar di ballroom Hotel Manise, 5 Desember 2023.
Menurut Deva ada sekitar 30an orang ragam disabilitas tuli yang ia pimpin dalam komunitasnya di kota ini. ”Semua butuh pekerjaan, kami tidak bisa hanya bergantung pada keluarga terus menerus, meski sebagian dari kami berwira usaha tapi akses modal juga sulit,” jelas Deva.
Itu hanya jumlah di komunitas tuli. Data Dinas Sosial Maluku disabilitas secara keseluruhan di Maluku berkisar 900an orang. Jumlah yang tidak sedikit bukan ?
Karena itu tak heran dalam program kerja Komunitas Tuli Maluku diantaranya adalah pelatihan bahasa isyarat agar mempermudah mereka yang non disabilitas berkomunikasi, program pelatihan untuk ketrampilan mulai dari kerajinan tangan hingga komputer.
”Kami juga melakukan kampanye anti diskriminasi terhadap disabilitas agar masyarakat umum memahami bahwa kami bukan beban atau warga kelas dua kami sama seperti warga negara lainnya yang memiliki hak yang sama,” tegas Deva.
Dia memang hanya seorang gadis tapi bukan gadis biasa, dalam keterbatasannya ia berjuang, ikut bersama-sama kawan-kawannya, ia berupaya membuat negara berpihak pada keberadaan mereka.
Gadis yang juga memiliki usaha bisnis online ini mengaku hal yang paling membuatnya sedih ketika ia mengikuti tes UTBK untuk kuliah di salah satu universitas ternama di Indonesia dan tidak lulus. ” Itu pengalaman terburuk saya,”ungkap Deva.
Bersama Deva, penulis teringat Surya Sahetapy putra Dewi Yull dan aktor Ray Sahetapy yang juga tuli. Hebatnya Surya baru saja mendapatkan gelar Magister Pendidikan di Rochester Intitute of Technology salah satu universitas ternama di Amerika dan menerima tiga award sekaligus sebagai lulusan terbaik. Bukan itu saja ia juga masuk MURI karena menjadi orang Indonesia tuli pertama yang berhasil meraih gelar master pendidikan tuli di negara lain.
Setidaknya Deva punya sosok yang bisa menjadi contoh untuk tetap berjuang.
Penulis : Insany Syahbarwaty
AMBONKITA.COM,- Menjelang akhir tahun 2024, PT Bussan Auto Finance (BAF) kembali mempertegas komitmennya dalam mendukung…
AMBONKITA.COM,- Dukung program ketahanan pangan nasional, Kapolda Maluku, Irjen Pol Eddy Sumitro Tambunan, memimpin kegiatan…
AMBONKITA.COM,- Jelang Pilkada serentak, DPRD Provinsi Maluku mendesak Pemerintah Daerah (Pemda) Maluku untuk segera menyelesaikan…
AMBONKITA.COM,- Sebanyak 70 peserta seleksi Bintara Kompetensi Khusus (Bakomsus) Polri Bidang Pertanian, Perikanan, Peternakan, Gizi…
AMBONKITA.COM,- Kapolda Maluku Irjen Pol. Eddy Sumitro Tambunan, memantau jalannya kampanye akbar yang digelar pasangan…
AMBONKITA.COM,- Terdakwa kasus persetubuhan anak di bawah umur berinisial PH, divonis bersalah. Kakek 71 tahun…