Sambangi Amahai, Fakhum UKIM Sosialisasi Hak Ulayat Masyarakat Adat

Share

AMBONKITA.COM,- Fakultas Hukum (Fakhum) Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM), menggelar kegiatan pengabdian masyarakat di Negeri Amahai, Kabupaten Maluku Tengah.

Pengabdian masyarakat yang dilaksanakan yaitu memberikan sosialisasi serta pemahaman kepada warga tentang “Hak Ulayat Masyarakat Adat dan Permasalahan Terkait Investasi.

Tim pengabdian masyarakat diketuai Firel E. Sahetapy, dosen Fakhum UKIM dan juga seorang advokat. Ia didampingi dua anggotanya yaitu Jessyca H. Picauly (dosen Fakhum dan advokat), dan Elisabeth S. Telussa (dosen Fakhum).

“Kegiatan sudah dilaksanakan pada hari Sabtu (27/11/2021), dihadiri Raja Negeri Amahai, F. Hallatu beserta staf pemerintahan, Badan Saniri Negeri, Pemangku Adat, Tokoh Pemuda, Masyarakat, juga Tokoh Agama. Hadir pula Mahasiswa KKN-PPM Angkatan LIII UKIM,” kata Ketua Tim Pengabdian Masyarakat Negeri Amahai, Firel Sahetapy kepada AmbonKita.com, Selasa (30/11/2021).

Firel mengatakan, kegiatan dengan mengusung tema tersebut dimaksudkan untuk membahas “Kedudukan Hak Ulayat (Hak Petuanan) Masyarakat Adat dalam Undang-Undang Pokok Agraria dan Permasalahannya terkait Investasi” yang marak terjadi sekarang ini di tanah raja-raja Maluku.

“Tujuan pelaksanaan kegiataan ini yaitu untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat adat terkait dengan hak ulayat atas tanah yang ditempatinya terkait dalam hal ini jika terjadi benturan hukum dengan badan hukum domestik maupun asing,” ungkap Dosen Hukum Perdata tersebut.

Ia menjelaskan, tanah ulayat atau tanah petuanan merupakan ketentuan dalam Pasal 18B UUD 1945 ayat (2) yang menyebutkan bahwa “Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsp Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diatur dalam Undang-undang.” Artinya bahwa Negara mengakui dan menghormati masyarakat adat asalkan sesuai dengan pinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dari rumusan norma hukum itu, Undang-Undang jelas mengakui “Hukum Adat” sebagai dasar pembentukannya, namun pada sisi yang lain hak ulayat (beschkkingrecht) sebagai hak masyarakat atas tanah tidak disebut dalam undang-undang tersebut. Hal ini tentunya menggambarkan sikap pemerintah yang menggunakan standar ganda dalam merumuskan salah satu hak asal usul masyarakat hukum adat (khususnya tanah). Di mana, pada satu sisi eksistensi dan kedudukan masyarakat hukum adat itu diakui, namun dijumpai kebenarannya pada hak asal usul (khususnya tanah-hak ulayat) terdapat upaya pelemahan hak kepemilikan, dan hal tersebut secara empiris sulit untuk dibuktikan.

Menurutnya, hal itu disebabkan karena dalam kenyataannya masih banyak terdapat tanah ulayat di lingkungan masyarakat hukum adat yang diatur berdasarkan hukum adat setempat serta di daerah-daerah timbul berbagai permasalahan menyangkut eksistensi maupun penguasan tanah dengan hak ulayat.

Terkait dengan hal itu, lanjut Firel, di dalam Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, tidak mengatur pelibatan Masyarakat Hukum Adat sebagai pihak dalam kegiatan Investasi, sehingga hak-hak Masyarakat Hukum Adat diabaikan. Maka timbulah masalah antara Masyarakat Hukum Adat dengan Investor dalam kegiatan Investasi.

“Dalam Pembahasan tersebut sangat menyentuh para pemangku adat dan masyarakat yang terlibat sebagai anak adat setempat. Dari hasil sosialisasi ini, masyarakat sangat berharap adanya kerja sama antara Fakultas Hukum UKIM dengan Pemerintah Negeri Amahai beserta masayarakat adat setempat,” jelasnya.

Menurut pengacara kondang di Maluku ini, sebagai Akademisi/Dosen, wajib melaksanakan Tri Darma Perguruan Tinggi dalam melaksanakan pengabdian kepada masyarakat, selain pendidikan dan penelitian.

“Itu berarti harus terus melakukan penyuluhan dan sosialisasi agar bukan saja mahasiswa yang memahami aturan hukum yang berlaku, tetapi masyarakat umumnya juga mengetahuinya. Disinilah tujuan dari pengabdian kepada masyarakat yang dilakukan,” pungkasnya.

Sementara itu, Raja Negeri Amahai, F. Hallatu, dalam sambutan tertulisnya yang diterima AmbonKita.com mengatakan pola penguasaan tanah berdasarkan kearifan lokal semakin hari terpinggirkan akibat politik hukum pertanahan pemerintah yang secara tidak tegas melakukan pengaturaran dan perlindungan terhadap hak masyarakat hukum adat setempat.

Akibatnya terjadi perebutan tanah baik oleh pemerintah, pengusaha maupun antar masyarakat. Pemerintah dan pengusaha dianggap telah mengambil tanah masyarakat tanpa ada kompensasi yang seimbang. Masyarakat merasa diabaikan dan tidak mendapatkan manfaat atas lahan yang notabene telah dikuasai secara turun temurun dan telah menjadi sumber kehidupan mereka.

“Masyarakat hukum adat merupakan subjek dari hak ulayat yang mendiami suatu wilayah tertentu, dan hutan adalah salah satu sumber kehidupannya yang merupakan objek dari hak ulayat. Hutan yang merupakan objek dari hak ulayat di kenal sebagai hutan adat. Hutan adat adalah hutan yang berada dalam wilayah masyarakat hukum adat,” kata dia.

Ia mengaku, wewenang dari hak ulayat tidak hanya meliputi tanah, tetapi semua
sumber daya yang di atas tanah sebagai objek dari hak ulayat, meliputi:
1. Tanah (daratan).
2. Air (perairan seperti: kali, danau, pantai serta perairannya).
3. Tumbuh-tumbuhan yang hidup secara liar (pohon buah-buahan, pohon untuk kayu pertukangan atau kayu bakar dan
sebagainya).
4. Binatang liar yang hidup bebas di dalam hutan.

Dari latar belakang tersebut, lanjut dia, dapat dirumuskan permasalahan, diantaranya, bagaimanakah eksistensi Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat terkait dengan Era Investasi dan bagaimanakah upaya perlindungan hukum terhadap Hak Ulayat masyarakat hukum adat tersebut?

“Untuk itu disaat ini kita akan mendapat sedikit pengetahuan tentang Kedudukan Hak Ulayat Masyarakat Adat dalam UU Pokok Agraria dan Permasalahannya terkait Investasi. Harapan saya semoga materi ini dapat memberikan pemahaman dan penguatan buat kita sebagai pengambil kebijakan di negeri ini, untuk menghadapi program pembangunan pemerintah dalam menggunakan hak ulayat kita terkait investasi,” sebutnya.

Penulis: Husen Toisuta

Recent Posts

Kasus Korupsi Dana Desa Haya Rugikan Negara Rp1,9 M, Mantan KPN & Dua Bendahara Tersangka

AMBONKITA.COM,- Tim Penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Maluku Tengah menetapkan tiga orang Tersangka kasus dugaan korupsi…

05/16/2024

Kapolda Inginkan Pembangunan Barak Dalmas Dapat Meningkatkan Kinerja Personel untuk Masyarakat

AMBONKITA.COM,- Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif melakukan peletakan batu pertama pembangunan Barak Personel Dalmas…

05/16/2024

Siboalamo Siap Ambil Alih Blok Migas Bula

AMBONKITA.COM,- Kabupeten Seram Bagian Timur (SBT) merupakan satu-satunya daerah penghasil minyak bumi di Maluku yang sudah…

05/16/2024

Jelang Purna Bakti, Kabid Humas Polda Maluku Pamit ke Wartawan

AMBONKITA.COM,- Dua bulan lagi, Kabid Humas Polda Maluku, Kombes Pol M. Rum Ohoirat purna tugas…

05/16/2024

Pemilik Emas Illegal yang Ditangkap di Ambon Terancam Penjara 4 Tahun

AMBONKITA.COM,- Terdakwa Azan, pemilik emas sebanyak 4 keping seberat 420,43 gram yang diduga ilegal terancam…

05/15/2024

Pelatihan Videografer & Fotografer, Kapolda Sebut Bidhumas sudah Bertransformasi

AMBONKITA.COM,- Bidang Humas Polda Maluku melaksanakan kegiatan pelatihan video grafer dan foto grafer kepada para…

05/15/2024