Saat ini, kondisi aktual nelayan tradisional yang terdapat di Indonesia, khususnya di Provinsi Maluku dan Maluku Utara tengah bertarung dan berhadapan dengan berbagai industri ekstraktif dan eksploitatif.
Menurut Sekretaris Jenderal KIARA, Susan Herawati, kebijakan PIT berbasis kuota akan semakin memberatkan kehidupan mereka dalam melakukan aktivitas produksi di lautnya sendiri akibat harus bersaing dengan nelayan skala besar dengan alat produksi yang lebih masif dalam menangkap ikan.
“KORAL melihat kebijakan Penangkapan Ikan Terukur akan semakin menyingkirkan nelayan tradisional dan kebijakan ini hanya menjadi karpet merah untuk mengeksploitasi sumber daya perikanan bagi para pemilik modal besar ataupun perusahaan/korporasi perikanan. Hal ini tentu saja tidak sejalan dengan asas Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, terutama asas pemerataan, asas peran serta masyarakat serta asas keadilan,” ungkap Susan.
Kebijakan PIT belum memiliki kajian ilmiah tentang dampak yang akan ditimbulkan
dan juga bertentangan dengan asas keberlanjutan dalam pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, sebagaimana dimuat dalam Pasal 3 Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo Undang-Undang No. 1 Tahun 2014. Asas keberlanjutan mengandung arti bahwa pemanfaatan sumber daya yang belum diketahui dampaknya harus dilakukan secara hati-hati dan didukung oleh penelitian yang memadai.
Juru Kampanye Laut Greenpeace Indonesia Afdillah mengatakan, semua pihak harus sadar bahwa saat ini kondisi laut Indonesia sedang “sakit” dan perlu langkah nyata untuk memulihkannya.
Salah satunya dengan tidak mengeluarkan kebijakan yang justru memperparah keadaan.
“Laut Indonesia perlu kita istirahatkan. Harusnya kebijakan pemerintah mengarah pada pemulihan bukan malah meningkatkan kuota tangkapan,” kata Afdillah.
Editor: Husen Toisuta
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Discussion about this post