AMBONKITA.COM- Demonstrasi dilakukan dua masa aksi berbeda. Sama-sama mendesak Kejati Maluku menetapkan Dirut PT Kalwedo tersangka. Satu kelompok minta tersangkakan Lukas Tapilouw, tapi kelompok lainnya minta Benjamin Noach tersangka. Keduanya merupakan mantan Dirut PT Kalwedo.
Puluhan pemuda yang tergabung dalam Koalisi Anti Korupsi Barisan Oposisi atau disingkat Kak-Bo, menggelar aksi demonstrasi di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Kota Ambon, Senin (27/9/2021).
Mereka menuntut Kejati Maluku mengusut tuntas kasus dugaan korupsi anggaran operasional dan penyertaan modal KMP Marsela yang dikelola PT. Kalwedo di Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD).
Kasus itu sendiri diduga ikut menyeret nama sejumlah pihak. Nama Bupati MBD, Benjamin Noach, mantan Direktur Utama (Dirut) PT. Kalwedo ini juga ikut terbawa. Namun, pada aksi hari ini, para pengunjuk rasa hanya mendesak Kejati Maluku untuk menetapkan Lukas Tapilouw, yang kala itu berstatus Dirut PT Kalwedo, sebagai tersangka.
Korupsi KMP Marsela kini berstatus penyidikan. Kejati Maluku sementara menunggu hasil perhitungan kerugian negara dari Perwakilan BPKP Provinsi Maluku.
“Sudah lima tahun kasus Kalwedo belum tuntas. Ketika bapak (Kajati Maluku) dilantik, bapak disumpah untuk menegakan kebenaran. Kami mendesak untuk menetapkan Lukas Tapilouw sebagai tersangka,” teriak salah satu orator.
Pendemo meminta pihak Kejati harus mampu menunjukan konsistensi dan integritasnya sebagai lembaga penegakan hukum. Ini agar tidak terjadi polarisasi di tengah masyarakat, yang menyebutkan Kejati belum mampu melaksanakan tugasnya secara profesioal.
“Kami meyakini Kejaksaan Tinggi Maluku dengan segala sumber daya yang ada mampu menyelesaikannya secara transparan, akuntabel dan memberikan kepastian hukum bagi masyarakat umum, khususnya masyarakat MBD,” puji pendemo.
Pendemo membeberkan peran Lukas Tapilouw dalam kasus tersebut. Lukas dikatakan merupakan ipar kandung dari Wakil Gubernur Maluku, Barnabas Orno. Ia menjabat sebagai Dirut PT Kalwedo sejak tahun 2015 sampai 2017. Di tahun itu terjadi kejahatan tindak pidana korupsi.
“Kami menduga kejahatan ini terjadi karena manajemen pengelolaan perusahaan yang tidak profesional, akibat dari proses perekrutan pimpinan perusahaan yang penuh dengan tindakan kolusi dan nepotisme yang dilakukan Barnabas Orno pada saat menjabat sebagai Bupati MBD,” kata mereka.
Mereka menyebutkan, pemegang saham PT Kalwedo ada dua. Selain Pemerintah MBD, juga dipegang Matias Orno, ayah kandung dari Mantan Bupati MBD, Barnabas Orno, yang kini Wakil Gubernur Maluku.
Tak hanya itu, Kapten Kapal KMP Marsela yang dinahkodai Fernando Nivaan, ternyata merupakan keponakan kandung Barnabas Orno. Sekolahnya untuk menjadi Kapten pun dibiayai Pemerintah MBD.
Pengunjuk rasa menduga kuat, perusahaan kolaps atau bangkrut akibat manajemen perusahan diintervensi keluarga Orno. Penyebab lainnya karena manajemen perusahaan telah mengabaikan kaidah-kaidah manajemen bisnis yang sebenarnya.
“Oleh karena itu, kami menduga kuat terjadi nepotisme yang sangat sistematis. Coba dibayangkan, dari Direktur Utama, pemegang saham maupun Kapten (KMP Marsela) adalah keluarga kandung sang mntan Bupati MBD,” jelas pendemo yang dipimpin Atudin Tella dan Sam Arnando Meza ini.
Pengunjuk rasa meminta Kejati Maluku agar dapat membongkar dan mengungkap ke publik adanya dugaan nepotisme yang terjadi pada PT Kalwedo.
“Kejahatan yang telah dilakukan secara sistematis ini terjadi sejak Lukas Tapilouw menjabat Direktur Utama PT. Kalwedo,” sebut mereka.
Saat itu, perusahaan BUMD MBD ini diduga mendapat kucuran dana dari Kementerian Perhubungan Republik Indonesia sebesar kurang lebih Rp.3 miliar.
Pada periode bulan Januari sampai dengan Maret 2016 KMP Marsela tidak beroperasi akibat kondisi laut yang tidak bersahabat. Lukas Tapilouw selaku Dirut saat itu melalui bendahara perusahaan melakukan penarikan sejumlah uang secara berturut-turut.
Setiap kali penarikan yang diduga dari kas PT Kalwedo berjumlah ratusan juta rupiah. Uang itu digunakan untuk kepentingan pribadi. Alhasil, kas rekening perusahaan nol rupiah.
Lukas Tapilouw, kata pendemo telah menghabiskan uang perusahaan. Kemudian pada bulan April 2016 perusahaan mendapatkan suntikan dana penyertaan modal dari Pemerintah MBD sebesar Rp.5 miliar lebih. Dana itu tidak dipakai untuk pembiayaan kebutuhan kapal, malah digunakan untuk kepentingan pribadi.
“Total pendapatan sejak Lukas Tapilouw menjabat sebagai Dirut PT Kalwedo kurang lebih Rp.7 miliar,” terang mereka.
Atas dasar tersebut, Kak-Bo menuntut lima poin kepada Kejati Maluku, diantaranya mendesak agar segera menetapkan mantan Dirut PT Kalwedo Lukas Tapilouw sebagai tersangka.
Discussion about this post