AMBONKITA.COM,- Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Maluku diduga menutup mata dengan insiden tumpahan limbah minyak di perairan laut Hative Besar, Kecamatan Teluk Ambon, Kota Ambon, pada Senin (10/1/2022) lalu.
Meski telah turun melakukan pemeriksaan di lokasi tumpahan minyak yang melibatkan Pertamina dan masyarakat setempat, namun hasilnya seperti apa, sampai saat ini belum diketahui.
Badan Saniri Negeri Hative Besar sangat menyayangkan pihak DLH yang seolah menyepelehkan insiden tumpahan minyak di petuanan laut Hative Besar tersebut.
Dalam rilisnya yang diterima AmbonKita.com, Minggu (22/1/2022), Badan Saniri Negeri Hative Besar, Heppy Leunard Lelapary mengecam keras sikap acuh tak acuh dari DLH Maluku yang dipimpin Rooy Siauta tersebut.
”Pada saat pengambilan sampel oleh pihak DLH, saat itu tidak pada kondisi tumpahan minyak yang hitam pekat seperti berdasarkan objek foto maupun video. Bagi kami, kami berkepentingan mengamankan seluruh wilayah lingkungan laut petuanan adat kami dari potensi pencemaran lingkungan dalam bentuk apapun,” tegas Lelapary.
Menurutnya, kesigapan DLH Maluku patut diapresiasikan, tetapi kesigapan itu tetap harus diikuti dengan goodwill yang baik untuk menjaga ekosistem perairan dari potensi-potensi pencemaran.
Strict liability atau pertanggung jawaban mutlak dalam UU 32 tahun 2009 pasal 88 harus dikedepankan oleh pemerintah sebagai regulator dalam penegakan hukum terkait dugaan-dugaan potensi pencemaran yang dilakukan oleh setiap badan usaha termasuk Pertamina.
“Dalam pandangan kami, penjelasan Kepala Dinas Lingkungan Hidup bahwa sampel sudah diambil untuk diuji tidak komprehensif dan jauh dari nilai-nilai ilmiah jika merujuk pada PP 22 tahun 2021,” ujarnya.
Dikatakan, Pemerintah Negeri Hative Besar mempunyai beberapa catatan penting, yaitu: Kadis tidak menjelaskan parameter apa yang dipakai mengukur baku mutu air laut untuk biota. Jika menilik lampiran VIII PP 22/2021, maka ada 38 parameter yang meliputi parameter fisik, kimia, dan biologi. Hasil uji mutu air 0,8 ini untuk parameter apa? Sementara untuk parameter fisik yang secara kasat mata kita bisa duga yaitu parameter kebauan saja sudah jelas-jelas berbau minyak solar dari standar parameter tidak berbau atau alami.
Dari segi parameter kekeruhan, padatan tarsus pensiber kolerasi positif dengan kekeruhan, kata Heppy, semakin tinggi padatan tersuspensi dalam suatu perairan maka perairan tersebut semakin keruh.
Bukti dokumentasi visual foto dan video saja, tambah dia, sudah menunjukan bahwa turbidity/kekeruhan kemungkinan telah melewati standar mutu yang ditetapkan. Reliabillity hasil lab itu tidak dapat diterima, karena validitas sampel yang diambil sangat tidak ilmiah dan tidak sesuai metodologi yang benar. Mengapa? Wadah contoh uji harus bebas kontaminan. Kenyataannya dengan bermodal botol aqua bekas jumlah sampel yang diambil juga tidak cukup untuk diuji, karena hanya sebanyak 500ml atau hanya 1 botol aqua.
Selanjutnya, sampel yang dibawah tidak langsung dianalisis, seyogyianya harus diawetkan dengan regent pengawet karena parameter-parameter tertentu lebih banyak dipengaruhi oleh factor penyimpanan. Contoh sebelumnya dianalisis daripada yang lainnya. Beberapa jenis kation dapat hilang karena diserap oleh dinding wadah gelas seperti alumunium (Al), Kadmium(Kd), Krom (Cr), tembaga (Cu), Besi (Fe), Timbal (Pb), Mangan (Mn), Perak (Ag) dan Seng (Zn).
Ia menambahkan, merujuk pada fakta di lapangan bahwa pada saat staf DLH turun ke lapangan untuk melakukan peninjauan pada 10 Januari 2022, dalam percakapan dengan mereka kondisi tumpahan minyak hitam pekat yang terdapat di air sangat berpotensi bagi pencemaran lingkungan.
Harusnya pada saat itu tindakan pengambilan sampel sudah harus dilakukan. Beberapa jam kemudian setelah staf DLH bersama kapal pertamina mendatangi lokasi tumpahan minyak, salah satu staf dari atas kapal meneriaki ke warga “gumpalan minyak sudah tidak ada mungkin sudah terbawah arus.”
Ketua GAMKI Maluku ini menegaskan, kasus limbah minyak diperairan Negeri Hative Besar pada 10 Januari 2022 bukan kejadian pertama, sudah berulang dan setelah ditinjau oleh pihak terkait, masyarakat tidak mendapatkan penjelasan apapun tentang masalah-masalah seperti ini.
“Berdasarkan kasus-kasus seperti ini Kami berharap ada langkah bijak dari Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup untuk sedapat mungkin berkordinasi dengan Pemerintah dan masyarakat Negeri Hative Besar maupun pihak Pertamina untuk mengatur persoalan batas berlabuhnya jumlah kapal di perairan laut Negeri Hative Besar, tentunya dengan melibatkan lembaga atau instansi yang berkewenangan untuk itu,” pintanya.
“Harus pula diatur jarak berlabuhnya kapal dari wilayah laut Hative Besar paling tidak titik berlabuh berada di luar batas dari laut Negeri Hative Besar. Hal-hal ini harus diatur karena selain berdampak pada potensi pencemaran lingkungan masalah ini berpengaruh terhadap kehidupan perekonomian masyarakat Negeri Hative Besar yang nota bene adalah masyarakat nelayan kecil,” tambahnya.
Sementara itu, hingga berita ini diterbitkan, Kepala DLH Maluku Rooy Siauta yang dihubungi AmbonKita.com melalui telepon genggamnya Minggu (22/1/2022), belum merespon. Pesan singkat melalui aplikasi Whatsaapnya, juga belum dibalas.
Baca juga: Pantai Hatiwe Besar Tercemar Limbah Minyak Diduga dari Kapal Pertamina
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post