“Ketika menerima informasi kita harus skeptis dulu, faktanya demikian atau tidak. Sehingga verifikasi cek faktanya itu harus dilakukan oleh teman-teman dengan beberapa tools yang disharing di pelatihan-pelatihan seperti ini,” katanya.
Sementara itu, Naam Seknun dari YPPM Maluku, mengaku, kegiatan ini dilakukan untuk meningkatkan kapasitas masyarakat dalam ketahanan demokrasi.
“Kegiatan peningkatan kapasitas yang dilakukan YPPM Maluku ini sejak tahun 2021 sampai dengan 2022 dalam program Democracy Resilience (Demres) atau ketahanan demokrasi di masyarakat sipil di Kota Ambon dan Masohi,” katanya.
Kegiatan kali ini, kata dia, melibatkan beberapa jaringan masyarakat sipil. Diantaranya komunitas difabel seperti PPDI (Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia), Pertuni (Persatuan Tunanetra Indonesia), dan HWDI (Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia).
“Ada juga teman-teman dari Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), Angkatan Muda Gereja Protestan Maluku (AMGPM) dan ada teman-teman akademisi dan juga pers kampus yang memang sengaja dilibatkan dalam program Demres ini,” kata dia.
Menurutnya, kegiatan yang dilaksanakan ini juga untuk mengukur atau melihat sejauh mana perkembangan pengetahuan dan pengalaman para peserta dalam demokrasi.
“Sebenarnya peningkatan kapasitas untuk misinformasi dan disinformasi ini kita lagi fokus pada bagaimana menggali sedalam mungkin pengetahuan dan kemampuan, skill yang dimiliki teman-teman komunitas yang terjaring dengan YPPM Maluku dalam program Demres,” ujarnya.
Sehingga, lanjut dia, diharapkan pasca program ini selesai para jejaring YPPM bisa mandiri dan dapat melakukan peningkatan kapasitas di lingkungan atau komunitas masing-masing terkait program Demres tersebut.
“Kegiatan ini dimulai sejak Mei 2021 sampai dengan Februari 2022. Tapi juga akan diperpanjang sampai April 2023 karena akan mengawal Pemilu 2024,” jelasnya.
Editor: Husen Toisuta
BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS
Discussion about this post