AMBONKITA.COM ,- Ketua Komisi IV DPRD Maluku, Samson R. Atapary, mengaku angka kemiskinan di bawah kepemimpinan Murad Ismail (Gubernur) dan Barnabas Orno (Wakil Gubernur) tak kunjung turun, begitu pula pengangguran yang masih tinggi.
Angka kemiskinan dan pengangguran tersebut, kata dia, Jumat (28/4/2023), diketahui berdasarkan identifikasi, telaah dan pendalaman terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) Gubernur tahun 2022. Juga terhadap konfirmasi bersama OPD Provinsi mitra komisi.
Dari berbagai indikator yang ditetapkan sebagai alat mengukur kinerja sesuai RPJMD, Atapary mengungkapkan hampir 90 persen tidak memenuhi target. Termasuk mitra komisi IV seperti kesehatan dan pemberdayaan. Hal ini berimbas pada indeks pembangunan manusia (IPM) yaitu penurunan kemiskinan dan pengangguran.
“IPM Maluku tidak alami peningkatan tiga tahun terakhir. Bahkan dalam sepuluh tahun terakhir IPM Maluku masih berada di angka nol koma. Padahal harusnya target IPM diangka satu sekian persen,” katanya.
Sesuai fakta dan data dokumen LKPJ yang diberikan Gubernur tercatat jumlah orang miskin di Maluku ternyata bertambah. DPRD Maluku saat ini telah membentuk Pansus untuk menelaah LKPJ Gubernur tersebut.
BACA JUGA:Â DPRD Maluku Minta Dispar Dukung Tempat Wisata di Malra
Berdasarkan data per Maret 2022, jumlah penduduk miskin perkotaan dari 45.000 jiwa bertambah menjadi 48.000 jiwa. Terdapat penambahan 2.960 jiwa. “Sementara jumlah penduduk miskin di pedesaan dari 245.000 jiwa naik menjadi 248.570 jiwa. Yang jika diakumulasi sejak 2022, sebanyak 76.800 jiwa,” ulasnya.
Sama halnya dengan kemiskinan, angka pengangguran di Maluku juga tinggi. Politisi PDI Perjuangan ini mengaku pengangguran yang sebelumnya berada di angka 6,45 persen kini mengalami peningkatan menjadi 6,88 persen.
Target penurunan stunting, kekurangan gizi atau gizi buruk di Maluku, tambah Atapary, juga tidak terpenuhi. Padahal harapan atau target saat ini harus berada diangka 23 persen. Sementara saat ini masih berada pada angka 26,1 persen. Artinya penurunan stunting cukup lambat.
“Publikasi di media kan seakan kinerja wah, tapi faktanya tidak sesuai. Makanya kita harus bilang ini termasuk kinerja yang buruk. Di RPJMD 2019-2024 itu saat penyusunan 28 persen, dengan target nasional kita di Maluku harus ada di 20 persen. Ini yang tidak tercapai,” paparnya.
Menurut dia, tidak tercapainya target penanganan stunting karena tidak dilakukan langsung OPD yang menjadi leading sektor. Seperti dinas kesehatan, dinas P3MD, PUPR, ataupun Koperasi dan UKM.
“Ini yang kita minta dan harus jadi catatan kritis untuk dievaluasi karena tahun 2022 adalah setengah periode perjalanan Gubernur dan Wagub. Kita punya tanggungjawab politik dan moril. Kalau RPJMD Maluku tidak tercapai di 2024, ini bukan saja kegagalan pemerintah tapi kita semua,” pungkasnya.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post