AMBONKITA.COM,- Mantan Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy (RL), terdakwa kasus dugaan suap persetujuan izin prinsip pembangunan cabang ritel Alfamidi tahun 2020, dan gratifikasi, meminta keringanan hukuman.
RL melalui kuasa hukumnya, Edo Diaz menilai tuntutan yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK terhadapnya tidak sesuai dengan fakta persidangan.
“Kami menilai jaksa keliru dan tidak cermat dalam mengeluarkan tuntutan, harusnya mereka berdasar pada fakta persidangan,” kata Edo kepada wartawan di Ambon, Kamis (2/2/2023).
BACA JUGA: Mantan Wali Kota Ambon Dituntut Penjara 8,6 Tahun
Keberatan atas tuntutan jaksa tersebut, kata Edo, telah disampaikan kepada Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, pekan kemarin. Harapannya ada keringanan hukuman.
Dia mengatakan, beberapa poin keberatan yang disampaikan mulai dari uang pengganti yang dituntutkan jaksa.
“Kita lihat fakta persidangan yang kami hitung hanya sekitar kurang lebih Rp 3 miliar, dengan begitu jika dilihat masa hukuman yang dituntut selama 8,6 tahun bisa lebih ringan dari itu, hal ini yang membuat tim mengajukan keberatan,” katanya.
Edo berharap Majelis Hakim yang mengadili kasus ini dapat berpatokan kepada fakta persidangan, dan mempertimbangkan keberatan yang diajukan timnya. Sehingga diharapkan ada keringan hukuman maupun uang pengganti pada sidang putusan yang akan berlangsung pekan depan.
Untuk diketahui, RL dituntut menerima uang gratifikasi sebesar Rp 7,9 miliar. Ia sebelumnya didakwa menerima gratifikasi Rp 11.259.960.000 (sebelas miliar dua ratus lima puluh sembilan juta sembilan ratus enam puluh ribu rupiah).
Jumlah tersebut dibacakan Penuntut Umum KPK dalam sidang penuntutan yang dipimpin ketua Majelis Hakim Wilson Shiver, didampingi dua hakim anggota. Sidang digelar sejak sore hingga malam hari di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (17/1/2023).
Kepada wartawan, Penuntut Umum KPK, Taufiq Ibnugroho, mengatakan, nilai gratifikasi yang diterima eks Wali Kota Ambon dua periode itu mengalami penurunan berdasarkan fakta persidangan.
“Karena dari fakta persidangan, kita berdasarkan pada alat bukti, ternyata ada beberapa saksi yang mencabut keterangannya, karena fakta yang dipakai adalah fakta dalam persidangan,” kata Taufiq usai sidang pembacaan tuntutan.
Beberapa keterangan saksi yang tertuang di BAP (Berita Acara Pidana), kata Taufiq, ternyata tidak sesuai dengan fakta dalam persidangan.
“Ternyata dalam persidangan ada beberapa keterangannya (saksi) yang dicabut. Tentu kita mengakomodir hal tersebut dengan didasarkan dengan bukti-bukti yang lainnya, maka ada perubahan dengan angkanya sebagian,” tambah dia.
Taufiq mengaku, total uang suap dan gratifikasi telah dijadikan sebagai uang pengganti dalam tuntutan. Hal itu disebabkan karena terdakwa belum mengembalikan uang tersebut.
“Tadi kan gratif (gratifikasi) 7,9 (miliar rupiah) kemudian menjadi 8 M itu karena ditambah 50 juta, kan uang suap yang pertama 500 juta, baru dikembalikan 450 juta, masih ada 50 juta dan itu dibebankan kepada pak Richard, karena belum dikembalikan,” jelasnya.
Selain hukuman kurungan badan, mantan Ketua DPD Golkar Kota Ambon itu juga dihukum membayar denda sebesar Rp500 juta, subsider 1 tahun penjara. Ia juga dihukum membayar uang pengganti sebesar Rp8,045 miliar. Dengan ketentuan apabila yang bersangkutan tidak mampu membayarnya, maka diganti dengan pidana penjara selama 2 tahun.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post