Berkaitan dengan penerimaan, Refdi menyebutkan pendidikan Bintara hanya dilaksanakan selama 5 bulan. Bahkan untuk seleksinya bisa sampai selama 4 bulan. Ini dikarenakan semua seleksi dilaksanakan terpusat pada Polda.
“Kita lihat bahwa Maluku ini merupakan provinsi kepulauan sehingga untuk melaksanakan seleksi di Polda, juga menyulitkan masyarakat yang mau tes masuk Polisi. Apabila bisa kami minta agar untuk seleksi bisa dilaksanakan di Polres dan hanya beberapa seleksi akhir yang dilaksanakan di Polda,” harapnya.
Terkait kejahatan yang terjadi di daerah ini, orang nomor 1 Polda Maluku itu mengaku didominasi kekerasan. Kejahatan kekerasan disebabkan selain faktor ekonomi, juga akibat kebiasaan masyarakat di sini yang mengonsumsi minuman keras tradisional yaitu Sopi.
“Terkait dengan jumlah penanganan kasus, sudah banyak yang kami lakukan namun Rutan (Rumah Tahanan) kami kecil,” imbuhnya.
Mengenai penanganan covid-19, jenderal bintang 2 Polri itu mengaku pihaknya terus melaksanakan vaksinasi massal.
“Namun jumlah target yang ditetapkan pemerintah pusat belum dipenuhi karena dipengaruhi beberapa faktor diantaranya kondisi geografis,” sebutnya.
Menanggapi penjelasan Kapolda Refdi, sejumlah anggota komisi III DPR kemudian mengajukan pertanyaan dan saran. Diantaranya meminta Kapolda agar pada rapat kerja nanti bisa disampaikan kepada Kapolri terkait pentingnya kebutuhan Polda Kepulauan, baik jumlah kapal maupun personil.
“Buatkan data rillnya untuk menjadi bahan rapat kami nanti,” pinta salah satu anggota Komisi III.
Terkait Polda Kepulauan, anggota komisi III mengakui memerlukan perlakuan khusus terkait dengan jangkauan dan dinamika dalam menyelesaikan permasalah hukum.
“Intinya di Poda Maluku masih kurang dalam dukungan SDM dan sarparasnya. Tolong berikan gambaran atau data rill terkait ini agar kehadiran kami di sini bisa membantu Polda Maluku dalam memberantas kejahatan,” sebutnya.
Pada kesempatan itu, komisi III juga meminta Kapolda agar dapat menyampaikan kendala yang dihadapai dalam pelaksanaan vaksinasi.
“Kami juga perlu data berapa banyak yang sudah divaksin baik di Provinsi ataupun di Kota/Kabupaten,” katanya.
Di sisi lain, komisi III juga menyinggung mengenai laporan masyarakat terkait penambangan emas ilegal di Gunung Botak, Kabupaten Buru.
Mereka mengaku terdapat 22 bak rendaman, dan persoalan tersebut sudah terjadi lama. Tak hanya di gunung botak, tapi juga di pohon Batu, Tamilouw, Kabupaten Maluku Tengah.
“Terkait dengan Narkoba, Polisi juga ada yang pakai dan juga mengedarkan, kalau bisa untuk anggota Polisi yang menggunakan maupun mengedarkan jangan dikasih ampun, karena Polisi harusnya menjadi contoh untuk masyarakat,” pinta mereka.
Kapolda menambahkan, terkait kebutuhan SDM dan Sarpars, pihaknya akan sesegera mungkin menyusun rincian yang dibutuhkan.
“Terkait dengan vaksinasi untuk tahap satu baru mencapai 26,25% dan tahap dua baru mencapai 13.33 %. Hal ini disebabakan oleh berbagai faktor mulai dari kondisi geografis provinsi Maluku, cuaca, kurangnya tenaga vaksinator dan di banyak desa tidak ada listrik, jaringan Internet serta hanya 80% puskesmas yang bisa mendukung giat vaksinasi ini,” terangnya.
Refdi juga menyampaikan terkait kondisi Gunung botak. Di mana, selama ini pihaknya sudah melakukan penanganan. Namun 2 tahun belakangan tidak ada dukungan anggaran dari Pemda untuk penertiban penambang emas ilegal di sana.
Untuk diketahui, Komisi III DPR RI yang datang di Ambon diantaranya ketua tim Pangeran Khairul Saleh, dan anggota yaitu Komjen (Purn) Adang Daradjatun, H. Agung Budi Santoso, Heru Widodo, H. Santoso, I Wayan Sudirta dan Effie Zakaria Idris.
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post