Bank Dunia menyebutkan bahwa biaya pengiriman dari Jakarta ke Singapura, Hong Kong, Bangkok, dan Shanghai mencapai US$ 150- US$ 200.
Sementara, dari Jakarta ke Padang, Medan, Banjarmasin, dan Makassar berkisar antara US$ 1.400-1.700; (iv) konektivitas transportasi laut Indonesia relatif tertinggal ketimbang negara-negara ASEAN.
Laporan UNTACD (2018) mencatat indeks Liner Shipping Connectivity Index (LSCI) Indonesia berada di peringkat 36 dari 178 negara. Tertinggal ketimbang Singapura (2), Malaysia (5), Vietnam (19) dan Thailand (35).
Kalau pariwisata maritim berkelas dunia memang digenjot serius lewat pembangunan infrastruktur dan dukungan kebijakan.
Umpamanya: Madalika (NTB), Raja Ampat, Labuhan Bajo, pulau Komodo, Bangka Belitung, Kepulauan Seribu, Wakatobi, Bunaken dan Tanjungn Lesung.
Kini pemerintah juga mengembangkannya di kawasan LIN lewat Ambon Newport sebagai pelabuhan Hub di kawasan timur Indonesia.
Sayangnya tol laut di wilayah LIN Maluku hingga Papua timbul masalah monopoli (tirto.id 2019).
Keempat, diplomasi maritim yang mengajak semua mitra Indonesia bekerjasama dalam bidang kelautan. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, kini Indonesia berada di tengah hegemoni dan persaingan geo-politik serta geo-ekonomi kemaritiman negara maju.
Salah satunya konflik Laut Tiongkok Selatan (LTS). Selain melibatkan, Â Amerika Serikat juga negara-negara ASEAN (Vietnam dan Filipina) terkait klaim perbatasan maritim dan zona ekonomi eksklusif (ZEE) perairan LTS.
Indonesia pun mendapatkan protes Tiongkok soal penamaan Laut Natuna Utara (LNU). Padahal Tiongkok bukan negara kepulauan.
Ia tak berhak berdasarkan hukum laun internasional (UNCLOS 1982) mengklaim ZEE-nya hingga LNU. Â Di tambah lagi Amerika Serikat malah menggelar kekuatan militer nuklirnya di LTS. Imbasnya, perbatasan maritim Indonesia rentan senjata nuklir.
Indonesia pun jangan sampai terhegemoni ekonomi politik kemaritiman Tiongkok ala jalur sutra maritim. Salah satu diplomasi maritin yang sudah berjalan ialah Indian Ocean Rim Association (IORA) beranggotakan 20 negara dari Asia, Afrika dan Australia.
Kelima, membangun kekuatan pertahanan maritim. Kekuatan pertahanan maritim sejatinya harga mati bagi Indonesia.
Luas perairannya 5,8 juta km2 tak bisa hanya diawasi oleh kekuatan armada TNI Angkatan Laut sejumlah 282 alutsista terdiri 7 kapal frigat, 24 korvet, 5 kapal selam, 156 kapal patrol dan 10 kapal penyapu ranjau (Kompas, 2020).
Artinya, rasio 1 kapal perang buat luasan 20.567,38 km2. Idealnya Indonesia memiliki 400 kapal perang. Rasionya, 1 kapal perang buat luasan perairan 14.500 km2.
Discussion about this post