Rekonstruksi
Kebijakan PMD termasuk LIN didalamnya mesti direkonstruksi melalui, Pertama, mengikuti pergeseran konstalasi ekonomi kelautan dunia yang berkelindan dengan pandemi Covid-19 dan kemajuan teknologi informasi (digital).
Indonesia tak bisa berdiam diri di tengah perubahan tersebut. Pasalnya ekonomi maritim dunia diperkirakan berkembang hingga US$ 3 triliun tahun 2030 (OECD, 2016). Bukankah ini peluang menjanjikan?
Kedua, menginternalisasikan budaya, dan nilai-nilai kepemimpinan maritim sebagai kurikulum wajib bagi pendidikan nasional mulai sekolah dasar (SD) hingga perguruan tinggi.
Termasuk di wilayah LIN. Bagimana mungkin kaum milineal melek budaya maritim bila mereka tak pernah mempelajari dan memahaminya?
Ini PR Kemendikbudristek dan tak bisa ditunda-tunda lagi. Kemendikbudristek jangan sibuk dengan urusan merdeka belajar yang terkesan teknikal semata.
Sementara substansinya jauh panggang dari api. Imbasnya, pendidikan kita gagal memproduksi manusia humanis, unggul, berbudaya, dan beradab.
Ketiga, Indonesia mesti mengembangkan kekuataan pertahanan maritim berbasiskan masyarakat pesisir, utamanya nelayan perbatasan.
Di wilayah LIN yang berbatasan maritim dengan negara tetangga bisa menjadi percontohan khususnya di Maluku Utara dan Papua.
Setidaknya nelayan menjadi orang pertama yang menginformasikan tindakan okupasi dan ekspansi negara asing di wilayah laut. Umpamanya, melaporkan aktivitas IUUF.
Sayangnya, potensi kekuatan maritim non-militer ini belum diupayakan optimal.
