AMBONKITA.COM,-Mayoritas kawasan Timur Indonesia masih berbalut keterbelakangan. Tidak terkecuali Provinsi Maluku. Daerah “seribu pulau” itu, bahkan terbilang sebagai provinsi terkebelakang atau termiskin keempat di tanah air.
Hal itu terungkap dalam Focus Group Discussion (FGD) Kaukus Timur Seri IV dengan tema “Mengedar Suara Dari Maluku, Jumat sore 21 Juli 2023.
FGD menghadirkan dua narasumber utama, yakni Penjabat Walikota Ambon, Drs Bodewin Melkias Wattimena, M.Si, akademisi dan Ketua Harian IKA Universitas Pattimura, Dr Ruslan Tawari, MSi.
“Kondisi hari ini, terjadi kesenjangan antara barat, tengah, dan timur. Ibarat nyala lampu, barat terang-benderang. Tengah sudah mulai remang-remang. Timur sudah redup atau bahkan gelap-gulita,” ungkap Bodewin.
Memang, lanjut Bodewin, Ambon sebagai salah satu kota di timur Indonesia, juga tetap ada kemajuan. Jika diperbandingkan dengan di awal era kemerdekaan atau bahkan beberapa dekade lalu, kondisi Ambon dan Maluku hari ini, sudah jauh lebih maju.
“Tapi jika dibandingkan dengan kota lainnya, maka Ambon jauh tertinggal. Dalam hal transportasi dan distribusi, misalnya,” ungkap Bodewin. “Kita (di Ambon) maju juga sih. Tapi, majunya pelan-pelan. Dibandingkan kota lain, provinsi lain, kita (di Maluku) relatif jauh tertinggal,” curhat Bodewin lagi.
Untuk itu, dia meminta Jakarta, pemerintah pusat untuk menunjukkan kepeduliannya. Paling tidak, kata dia, kebijakan yang diambil harus selaras dengan karakteristik wilayah masing-masing.
“Pada titik tertentu, kita tidak mampu karena keterbatasan sumber daya dan keterbatasan transportasi. Termasuk juga karena kebijakan pusat terhadap wilayah barat, tengah, dan timur, yang disamaratakan. Padahal, kondisi dan kebutuhan antarkawasan jelas berbeda,” tambah Bodewin.
Bodewin lantas menegaskan bahwa kemandirian daerah yang diinginkan dari otonomi daerah, tidak akan pernah bisa maksimal di mayoritas wilayah timur yang didominasi daerah kepulauan, sepanjang wilayah lautan masih belum menjadi kewenangan daerah.
“Kita punya wilayah laut yang luas, tapi kita tidak bisa maksimal karena wilayah lautan masih belum menjadi kewenangan kita,” imbuhnya.
Hal senada disampaikan Dr Ruslan. Menurut akademisi Universitas Pattimura (Unpatti) ini, Maluku yang relatif masih jauh tertinggal dari daerah lainnya di Indonesia, berawal dan bersumber dari kegagalan pemerintah pusat mengidentifikasi kebutuhan daerah di setiap wilayah. Akibatnya, kebijakan pengelolaan negara yang diambil pun menjadi keliru pula.
“Saat ini, kita membangun negara tidak melihat bagaimana mengedepankan kesejahteraan, tapi lebih pada bagaimaan kita kaya saja. Maka, negara pun di ambang kehancuran,” ucap Ruslan mengawali narasinya.
Pemerintah, kata Ruslan, selalu mengedepankan pertumbuhan. Ironisnya, di lain pihak meninggalkan atau melupakan pemeraataan. “Kalau begini terus cara dan pola bernegaranya, maka negara ini akan kolaps,” Ruslan mengingatkan.
Untung saja, kata dia, orang Ambon khususnya dan Maluku pada umumnya, memiliki kadar cinta pada negara yang sangat luar biasa.
Yang penting, dia menambahkan, pola kebijakan pemerintah dalam pengelolaan negara, perlu direvisi. Tidak sekadar gembar-gembor belaka.
Sebagai contoh, ungkapnya, dulu nyaris semua pihak berkoar-koar akan menjadikan daerah kepulauan seperti Maluku sebagai lumbung ikan nasional. Faktanya, sampai hari ini, nyaris tidak ada paket kebijakan memadai untuk merealisasikan hal tersebut.
“Debatnya sangat luar biasa. Tapi sekarang, isu lumbung ikan perlahan-lahan tinggal kenangan. Memang belum dihapus sama sekali, tapi sisa menjadi bayang-bayang saja,” sindirnya.
Setali tiga uang dengan sektor pertambangan. Sejauh ini, data statistik menunjukkan bahwa banyak lokasi tambang potensial yang belum dieksplorasi secara maksimal.
“Jadi bagi saya, ini bukan soal angka yang tertera di BPS. Tadi Pak Walikota (Bodewin, red) bilang, kita butuh perlakuan khusus,” tegas Ruslan.
“Jangan sampai orang Maluku bilang, kalian tidak anggap kita lagi. Kalau memang tidak anggap lagi, ya lepas saja! Sipadan dan Ligitan itu kan begitu. Lepas dari Ibu Pertiwi karena kurang dianggap. Maluku ini kayak lagu ‘kekasih yang tak dianggap’ saja,” kekeh Ruslan dengan nada sedikit mencemooh.
Pernyataan cukup keras tersebut langsung disela Bodewin. Menurutnya, perlakuan pemerintah terhadap Maluku bukan bak “kekasih tak dianggap”. Lebih tepatnya, “kekasih gelap”. “Didatangi kalau ada maunya. Nanti dibutuhkan baru didatangi. Bak lagu ‘kekasih gelap’ saja. Iya kan? Faktanya begitu,” sindir Bodewin.
Karena itu, dia berharap Kaukus Timur bisa menjadi media penggugah bagi pemerintah pusat untuk memberikan perhatian pada daerah di Kawasan timur Indonesia. Kaukus timur, sebutnya, harus menggabungkan semua kekuatan dari timur untuk kemudian diperjuangkan bersama demi kesejahteraan masyarakat.
“Kami butuh keadilan. Kami butuh perhatian. Kami juga keluarga inti, bukan tetangga. Kami bukan kekasih gelap yang nanti dibutuhkan baru didatangi. Semoga Kaukus dapat memperjuangkan apa yang menjadi harapan kami di Ambon dan Maluku,” tandasnya.
Asa senada diapungkan Ruslan. “Paling tidak, dengan Kaukus ini, adalah event yang bisa menyuarakan hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat. Mudah-mudahan dengan perjuangan Kaukus ini, banyak tokoh yang bisa diorbitkan dari Maluku yang mau berbuat untuk Maluku,” harapnya.
Kaukus Timur melalui Presidium Uslimin Usle merespons positif harapan Bodewin dan Ruslan tersebut. “Insyaa Allah apa yang mencuat dari setiap FGD yang dilakukan Kaukus Timur, akan kami rangkum untuk seterusnya akan disampaikan ke pemerintah pusat. Termasuk nanti kepada para bakal calon presiden yang bertarung dalam Pilpres 2024,” ucap Usle.
Upi Asmaradana yang turut membidani lahir dan eksisnya Kaukus Timur menambahkan bahwa semua rekomendasi dan suara dari kawasan timur Indonesia, akan diusahakan sampai ke pemerintah pada Agustus 2023.
“Kita usahakan semua aspirasi yang lahir dari FGD-FGD Kaukus ini , sampai ke Istana Agustus nanti,” ucap Upi yang menjadi host serial FGD Kaukus.
Sebelumnya, di awal FGD, Uslimin selaku Presidium Kaukus menyampaikan bahwa Kaukus hadir untuk mengingatkan bahwa Indonesia itu terdiri dari Sabang sampai Merauke.
Karena itu, dalam penataan pembangunan dan kontestasi politik serta pendistribusian kekuasaan, tokoh dan figur dari Timur Indonesia selayaknya juga mendapat tempat dan perhatian yang proporsional.
“Tidak boleh ada diskriminasi terhadap tokoh dan figur dari Timur Indonesia. Sama seperti figur dan tokoh dari kawasan lainnya di Indonesia. Berbagai kebijakan politik dan ekonomi harus dapat benar-benar mencerminkan bahwa Indonesia itu terdiri dari Sabang sampai Merauke,” katanya.
Bahasa lainnya lanjut Uslimin, kebijakan politik nasional wajib menjaga keseimbangan politik dan keadilan kawasan. Tidak boleh ada yang terlalu mendominasi dan di lain pihak, ada kawasan yang tertinggalkan.
“Dan, karena namanya Kaukus Timur Indonesia, maka wilayah fokus perjuangan kaukus terdiri atas 22 provinsi. Rinciannya, enam provinsi di wilayah Papua, dua provinsi di Maluku, tiga provinsi di Bali Nusa Tenggara dan enam provinsi di Sulawesi serta dan lima provinsi lainnya di Kalimantan,” jelasnya.
Editor : Husen
Discussion about this post