AMBONKITA.COM,- Kepolisian Daerah Maluku menghimbau kepada mantan camat Taniwel Timur, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Royke Marthen Madobaafu, buronan kasus asusila agar dapat menyerahkan diri secara baik-baik.
Polda Maluku juga menekankan tidak tebang pilih dalam penanganan setiap kasus hukum.
Royke sendiri telah lama ditetapkan sebagai Tersangka pelecehan seksual dan sudah dimasukan sebagai DPO dengan nomor: DPO/03/XI/2023/Ditreskrimum Polda Maluku tanggal 03 November 2023.
Polda Maluku juga sudah mengamankan orang yang diduga ikut menyembunyikan DPO tersebut, bahkan telah ditetapkan sebagai Tersangka.
“Polda Maluku sangat serius menangani kasus ini, setiap orang sama di depan hukum, pelaku pidana harus mempertanggung jawabkan perbuatannya, bahkan orang yang pernah menyembunyikan tersangka sudah diperiksa dan sudah jadi tersangka,” tegas Kabid Humas, KBP Areis Aminnullah menepis tudingan GMKI kota Ambon yang berunjuk rasa menyampaikan Polda Maluku tidak serius menangani perkara tersebut.
Polda Maluku dan Polres SBB sampai saat ini terus melakukan upaya penangkapan, bahkan telah berkoordinasi dengan Pemda SBB sehingga yang bersangkutan dipecat dari jabatannya selaku camat.
Tak hanya itu, Polri juga harus dihadapkan dengan upaya hukum (praperadilan) yang diajukan keluarga Tersangka yang diduga ikut menyembunyikan DPO tersebut.
“Polisi di praperadilankan 2 kali oleh keluarga tersangka (penetapan tersangka dan perbuatan melawan hukum), tapi kita hadapi sesuai aturan hukum, itu sudah resiko dalam penegakan hukum dalam membela keadilan bagi korban,” jelasnya.
Polda Maluku juga menepis isu bahwa ada keluarga pelaku yang juga bertugas sebagai anggota polisi mengintervensi kasus tersebut.
“Memang betul ada keluarganya anggota, tapi tidak ada kaitan dengan permasalahan, jadi tidak perlu ada isu-isu dan asumsi-asumsi, kalau ada intervensi, catat dan laporkan ke Polda, kita proses hukum anggota tersebut. Hal ini sesuai dengan arahan dan perintah Kapolda Maluku untuk serius proses dan tangani kasus ini dan tangkap pelaku untuk di proses di pengadilan,” tegasnya.
Dijelaskan, kasus ini terkendala karena pada awalnya antara pelaku dan keluarga korban sempat ingin menyelesaikan secara kekeluargaan. Namun pihak Polri memandang kasus asusila anak di bawah umur tetap harus di proses sesuai hukum yang berlaku.
Setiap kasus pidana penyelesaiannya pasti tidak sama tergantung situasi di lapangan. Ada yang bisa dengan cepat sebelum 1×24 jam dapat diungkap, tapi ada juga yang membutuhkan waktu agak lama karena kendala-kendala di lapangan.
Polri menghimbau pelaku untuk menyerahkan diri dan selama DPO itu tidak dicabut sampai kapanpun akan mencari dan menangkap pelaku serta memprosesnya ke pengadilan.
Terkait unjuk rasa yang dilakukan GMKI, bagi Polri tidak ada masalah hanya sebaiknya berkomunikasi dengan penyidik sehingga dapat dijelaskan dengan utuh tentang proses yang sedang berjalan dan upaya hukum yang telah dilakukan. Jadi tidak hanya berdasarkan isu dan asumsi yang tidak sesuai fakta hukum yang ada.
“Silahkan setiap saat dan kapanpun untuk komunikasi, bahkan kalau ada informasi sekecil apapun tentang pelaku bisa disampaikan kepada Polri, tapi jangan mengatakan kalau Polri tidak serius tangani hal tersebut. Masyarakat Maluku ini sekarang semakin cerdas dan kritis menilai aksi-aksi unjuk rasa yang dilakukan di lapangan,” jelasnya.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post