AMBONKITA.COM,- Puluhan pedagang di pasar apung Mardika, kota Ambon, Maluku, membantah kalau IM dan HK yang ditangkap polisi pada 3 November 2022 lalu adalah tukang palak atau preman. Mereka meminta Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon agar dapat membebaskan IM dan HK dari tuduhan tersebut.
Bagi pedagang, IM dan HK merupakan penolong, bahkan “pahlawan” yang telah menjaga barang dagangan mereka pada malam hari dari aksi pencurian yang kerap terjadi di pasar tradisional tersebut.
IM dan HK sendiri dijerat penyidik Ditreskrimum Polda Maluku dengan Pasal tindak pidana pungli atau pemerasan. Keduanya saat ini tengah menjalani sidang di Pengadilan Negeri Ambon.
“Kita pedangan di pasar Apung kaget dengan isu tersebut (pemerasan/palak/preman), mereka berdua ini (IM dan HK) jasanya kami pakai untuk menjaga lapak jualan kami di waktu malam saat kami pulang,” ungkap Salem Sopaheluwakan, salah satu pedagang kepada wartawan di Pasar Mardika, Senin (13/2/2023).
Menurutnya, IM dan HK menjaga lapak maupun kios pedagang bukan atas kemauan mereka. Keduanya menjaga atas permintaan dari semua pedagang yang merasa resah dengan aksi pencurian.
“Mereka menjaga lapak dan kios kami di malam hari atas permintaan kami dengan imbalan kami kasih uang Rp 5000 yang itu juga atas kesepakatan kami pedagang bukan dipatok,” katanya.
Ia mengungkapkan, IM dan HK tidak dapat dikatakan sebagai pelaku yang melakukan pungutan liar (pungli) karena perbuatan mereka tidak dipaksakan.
“Kalau memang mereka dikatakan pelaku yang menjadi pertanyaannya siapa korbannya?, sementara kita tidak menganggap kita sebagai korban, kita justru yang meminta dan menawarkan jasa mereka, apakah itu disebut pungli?,” tanya Salem.
BACA JUGA:Â Polisi Ringkus Satu Pencopet di Pasar Mardika Ambon
Senada dengan Salem, Suhardi juga menyangkan sikap oknum Polisi yang memaksanya menandatangani BAP. Padahal isi BAP berbeda dengan yang disampaikan olehnya.
“Kita sampaikan di BAP mereka bukan pungli, tetapi dalam BAP tertulis pungli. Saat kami protes, oknum polisi ini bilang pak tidak usah banyak bicara tanda tangan saja, sudah ada pelapor,” ungkapnya.
Pedagang lainnya, Ani, mengaku, setelah IM dan HK ditangkap, dirinya kini selama 24 jam hidup di pasar. Sebab, tidak ada lagi orang yang menjaga dagangannya di malam hari.
“Yang saya takut pertama adalah keamanan diri sendiri siapa yang mau lihat kalau terjadi apa-apa, pihak keamanan tidak ada, sepanjang saya tahu belum pernah lihat polisi jaga setiap hari, belum pernah itu pun hari-hari tertentu saja mereka jaga,
makanya paling banyak orang pencuri di jalan, hp-hp hilang, uang hilang, mungkin saja kelalaian para pengunjung konsumen tapi itu tidak ada pengamanan,” ungkapnya.
Ani mengaku pasar Mardika sangat rawan dari aksi pencurian. Sehingga kehadiran IM dan HK sangat membantu para pedagang mengamankan jualan mereka di malam hari.
“Yang jaga malam bukan mereka sendiri, ada di bagi beberapa orang. Dari jasa mereka uang yang kami berikan itu juga disimpan untuk apabila terjadi pencurian maka mereka siap mengganti barang pedagang yang hilang tersebut. Jadi mereka ini jasa mereka kami pakai dan itu sudah kesepakatan semua pedagang. Jadi saya mohon tolong bebaskan bapak Baim (IM),” pintanya.
Bahkan, Ani mengaku yang melaporkan kasus tersebut dan menjadi saksi untuk memberatkan IM dan HK bukanlah pedagang di pasar apung Mardika.
Sementara itu, Rahmat Marasabessy yang merupakan anak dari IM mengaku orang tuanya tidak pernah mematok harga tertentu kepada para pedangan. Uang yang dibayarkan pedangan adalah sukarela.
“Kita tidak pernah patok harga ada yang beri Rp.5000, ada 2000, ada yang 500 ada juga yang tidak kasih, jadi tidak pernah kita paksakan, dan uang yang pedagang beri itu ada sebagian kita simpan ketika ada barang yang hilang kita ganti barang pedangan yang hilang menggunakan uang itu, ini bentuk tanggung jawab kita atas kepercayaan para pedagang untuk menjaga lapak mereka, ketika mereka pulang untuk beristirahat,” jelasnya.
Rahmat mengaku orang tuanya tidak bersalah. Ia berharap pihak kepolisian maupun Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon dapat membebaskan orang tuanya.
“Saya berharap ayah dan ipar saya bisa di vonis bebas karena mereka tidak bersalah,” harapnya.
Sementara itu Beny Adam, Ketua Pembela Kesatuan Tanah Air Indonesia Bersatu (Pekat-IB) Provinsi Maluku meminta atensi Kapolda Maluku dan Pengadilan Negeri Ambon terkait kasus tersebut.
“Kami adalah fasilitator dan kami berharap perkara ini jadi atensi bagi pengadilan, bapak Kapolda dan bahkan kita akan sampaikan kepada DPP Pekat IB di Jakarta. Kami akan mengawal masalah ini sampai selesai,” katanya.
Sebelumnya diberitakan, HK dan IM diamankan aparat Ditreskrimum Polda Maluku di pasar Mardika Ambon pada Kamis (3/11/2022).
Direktur Reskrimum Polda Maluku, Kombes Pol Andri Iskandar, kepada wartawan, Senin (7/11/2022), mengaku, HK dan IM diamankan setelah pihaknya mendapat laporan yang masuk melalui surat.
Kedua tersangka, kata Iskandar, sering memalak uang ke para pedagang di Pasar Mardika. Setiap pedagang diminta menyetor uang sejumlah Rp 5 ribu.
Menurutnya, HK berperan menagih uang ke setiap pedagang. Ia kemudian menyetornya kepada IM. Bukan hanya mereka, tapi masih ada komplotan lain dengan modus serupa.
Iskandar mengaku, penangkapan dan pemberantasan preman merupakan atensi Kapolda Maluku Irjen Lotharia Latif untuk memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post