AMBONKITA.COM,– Senator muda asal Maluku, Bisri AS Shiddhiq Latuconsina, kembali menjadi sorotan setelah memperjuangkan isu-isu penting terkait hak ulayat dan masyarakat hukum adat pada rapat kerja Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) bersama Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pekan lalu. Dalam kesempatan tersebut, berbagai poin penting yang menyangkut kesejahteraan masyarakat turut dibahas.
Apresiasi kepada lelaki yang akrab disapa Boy Latuconsina ini, seperti disampaikan pihak Universitas Kristen Indonesia Maluku (UKIM) di Ambon, saat dia melakukan kunjungan silaturahmi ke lembaga pendidikan yang dikenal sebagai “Kampus Orang Basudara” ini, Senin (16/12/2024).
Pada diskusi santai dan hangat di kunjungan silaturahmi tersebut pihak UKIM juga menyoroti berbagai permasalahan mendesak di daerah Maluku.
Masalah Perguruan Tinggi di Maluku: Ketimpangan Dukungan Pemerintah
Salah satu isu utama yang diangkat oleh Rektor Universitas Kristen Maluku, Dr. Henky H. Hetharia, adalah ketimpangan perlakuan antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS) di Maluku.
Dukungan pemerintah daerah terhadap PTN dianggap jauh lebih besar dibandingkan PTS, terutama dalam hal bantuan operasional, tunjangan sertifikasi dosen (TUKIN), dan alokasi dana khusus.
Hetharia menyampaikan perbedaan signifikan ini berdampak langsung pada pemerataan kesejahteraan di kalangan perguruan tinggi swasta. Ia juga menyoroti perlunya dukungan untuk mahasiswa kurang mampu, terutama melalui beasiswa seperti KIP (Kartu Indonesia Pintar).
“Kami berharap agar kunjungan Bapak Bisri Latuconsina sebagai anggota DPD RI Komite I dapat menyampaikan keluhan kami kepada Kementerian Pendidikan. Bantuan beasiswa seperti KIP sangat diperlukan untuk membantu mahasiswa dari keluarga tidak mampu di Maluku,” ungkapnya.
Hak Ulayat dan Dampaknya pada Ekonomi Masyarakat
Pada pertemuan silaturahmi ini, perhatian utama juga terfokus pada keluhan mahasiswa terkait hak ulayat. Banyak mahasiswa di Maluku mengeluhkan dampak masalah hak ulayat terhadap ekonomi keluarga mereka.
“Konflik seputar pengelolaan tanah adat sering kali menjadi penyebab menurunnya pendapatan keluarga, yang akhirnya memengaruhi biaya pendidikan anak-anak mereka,” ungkap Hetharia.
Masalah ini tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga berpotensi merugikan keberlangsungan masyarakat hukum adat di Maluku.
Senator Boy Latuconsina menegaskan pentingnya undang-undang yang mampu melindungi hak-hak masyarakat hukum adat, dan mendukung pemanfaatan tanah ulayat secara berkeadilan.
“Kita harus memastikan hak-hak masyarakat hukum adat di Maluku tidak hanya diakui, tetapi juga dilindungi melalui regulasi yang jelas. Saya akan terus mendorong terbitnya undang-undang yang memberikan perlindungan penuh bagi hak ulayat masyarakat adat,” ujarnya.
Dorongan untuk UU Masyarakat Hukum Adat
Langkah senator muda ini mendapatkan dukungan penuh dari Wakil Rektor I UKIM Dr. M. H. Pentury. Ia menyatakan kesiapan seluruh akademisi untuk memberikan saran, literasi, dan ide terkait rancangan undang-undang masyarakat hukum adat.
“Kami mendukung penuh langkah Bapak Bisri Latuconsina untuk mendorong terbitnya UU Masyarakat Hukum Adat. Sebagai akademisi, kami siap memberikan kontribusi berupa pemikiran, literatur, dan ide demi menyukseskan perjuangan ini,” ungkapnya.
Tantangan Lulusan dan Lapangan Kerja di Maluku
Selain isu hak ulayat, masalah ketenagakerjaan juga menjadi perhatian dalam rapat tersebut. Wakil Rektor III Wakil Rektor III UKIM David M. Salakory, menyoroti tingginya jumlah lulusan perguruan tinggi di Maluku setiap tahunnya yang tidak diimbangi dengan ketersediaan lapangan kerja.
“Setiap tahun, jumlah lulusan sarjana terus bertambah, baik dari perguruan tinggi negeri maupun swasta. Namun, lapangan kerja di Maluku sangat terbatas. Kami berharap pemerintah pusat dan daerah dapat bersinergi untuk mencari solusi terbaik,” jelasnya.
Boy Latuconsina menyatakan komitmennya untuk bekerja sama dengan berbagai pihak guna menciptakan peluang kerja baru di Maluku. Ia berjanji akan membawa isu ini ke tingkat nasional agar perhatian terhadap pembangunan ekonomi di wilayah Maluku semakin meningkat.
Terkait pendidikan, menurut Boy, dirinya akan menyampaikannya ke Komite III. “Kami minta dukungan dari akademisi di Maluku, khususnya UKIM untuk membantu, dengan melakukan kajian serta dukungan literatur atau artikel-artikel yang dapat menjadi referensi untuk perjuangam bersama ini. Harapan saya Maluku dapat menjadi ujung tombak perjuangan masyarakat adat di negara ini,” tuturnya.
Harapan untuk UU Provinsi Kepulauan dan Kebijakan Transportasi Mahasiswa
Rektor UKIM juga berharap agar DPD RI dapat mendorong terbitnya UU Provinsi Kepulauan, yang diharapkan dapat meningkatkan alokasi anggaran untuk daerah-daerah kepulauan seperti Maluku. Selain itu, ia juga menyarankan agar mahasiswa diberikan kebijakan khusus berupa transportasi laut gratis saat hari-hari besar keagamaan.
“Banyak mahasiswa di Maluku harus mengeluarkan biaya besar untuk pulang ke kampung halaman saat hari raya. Kami berharap ada kebijakan transportasi laut gratis untuk membantu meringankan beban mereka,” tambahnya.
Rapat kerja Komite I DPD RI bersama Menteri Dalam Negeri pekan lalu menjadi momen penting untuk memperjuangkan isu-isu strategis di Maluku. Dari masalah ketimpangan dukungan perguruan tinggi hingga konflik hak ulayat, senator muda Bisri AS Shiddhiq Latuconsina menunjukkan komitmennya untuk membawa perubahan nyata.
Dukungan dari akademisi dan masyarakat memberikan optimisme bahwa perjuangan ini dapat menghasilkan kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat Maluku, khususnya masyarakat hukum adat.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post