AMBONKITA.COM,- Penyelesaian konflik tidak cukup dilakukan oleh aparat keamanan. Diperlukan keterlibatan aktif pemuda, tokoh adat, tokoh agama, dan pendidik untuk membangun kohesivitas sejak dini.
Demikian disampaikan Kapolda Maluku Irjen Pol. Prof. Dr. Dadang Hartanto, saat menerima kunjungan audiensi dari Dewan Pengurus Daerah Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Maluku, Senin (1/12/2025).
Menurut Kapolda, dari sisi statistik, gangguan Kamtibmas di Maluku sebenarnya menurun. Pihaknya terus menekan angka kejadian melalui patroli serta langkah preemtif lainnya. Namun Kapolda menekankan bahwa upaya itu belum menyentuh akar utama permasalahan.
Konflik di Maluku, kata Kapolda, sering kali membesar bukan karena skala tindak pidana. Ini lantaran identitas kelompok dilekatkan pada pelaku. Tindak kriminal yang dilakukan individu sering dipersepsikan sebagai tindakan kelompok tertentu, sehingga memicu sentimen balas dendam. “Identitas kelompok, baik berbasis lokasi, marga, maupun komunitas, menjadi faktor yang memperkuat gesekan horizontal,” katanya.
Dalam konteks penegakan hukum, Polri, kata Kapolda, bekerja berdasarkan alat bukti. Sehingga tidak bisa melakukan penangkapan terhadap pelaku tanpa dasar yang kuat.
Lebih lanjut Kapolda mengaku ketidaksabaran publik dan dorongan untuk main hakim sendiri sering memperburuk masalah. “Jalan keluarnya adalah membangun kohesivitas sosial berbasis edukasi, khususnya di lingkungan pemuda dan sekolah,” katanya.
Kepada KNPI Maluku, Kapolda juga mengenalkan tentang program Baileo Emarina atau Rumah Damai yang diinisiasi Polda Maluku. Program ini dirancang untuk mempertemukan kelompok-kelompok masyarakat yang rawan bersinggungan dalam sebuah ruang dialog budaya.
Di Baileo Emarina, permasalahan individu tidak boleh dibawa ke ranah identitas kelompok. Sebaliknya, masing-masing pihak duduk berdampingan untuk mencari solusi, membangun kepercayaan, dan menghidupkan kembali nilai orang basudara dan pela gandong sebagai nilai fundamental dalam membangun kedamaian Maluku.
“Penyelesaian konflik, lanjut Kapolda, tidak cukup dilakukan oleh aparat keamanan saja. Diperlukan keterlibatan aktif pemuda, tokoh adat, tokoh agama, dan pendidik untuk membangun kohesivitas sejak dini,” ujarnya.
Kapolda juga mengingatkan pentingnya melapor kepada pihak Kepolisian maupun RT/RW jika ada kegiatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan gesekan. “Jika konflik berbasis kekerasan dapat ditekan, Maluku akan menjadi salah satu wilayah teraman di Indonesia,” harapnya.
Pada kesempatan itu, Kapolda juga memberikan apresiasi atas keberagaman latar belakang para pemuda dalam KNPI. “Keberagaman ini bisa menjadi jembatan untuk membentuk pemuda Maluku yang cinta damai dan menjadi masa depan daerah,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua KNPI Maluku, Arman Kalean Lessy, memberikan apresiasi atas waktu yang diberikan Kapolda Maluku. Ia juga menyampaikan keprihatinan terkait meningkatnya eskalasi konflik yang melibatkan anak muda di beberapa wilayah.
Menurutnya, pemuda memerlukan ruang binaan yang tepat dan terarah. Kegiatan-kegiatan pemuda yang bersifat sporadis tanpa melihat akar sosial justru kerap memunculkan friksi baru. Ia juga menyinggung merosotnya otoritas simbol budaya lokal seperti raja-raja adat yang kerap diposisikan hanya sebagai pemadam kebakaran reaktif.
Ia mengusulkan perlunya komisi antisipasi konflik yang melibatkan unsur pemerintah, akademisi, tokoh adat, serta pemuda.
Arman juga menyoroti pergeseran pemberitaan media massa yang tidak jarang menonjolkan sudut pandang kelompok tertentu sehingga rentan menciptakan bias informasi.
Di sisi lain, peran Bhabinkamtibmas perlu mendapatkan pembekalan berbasis akademik dan budaya agar pendekatannya lebih tepat sasaran.
Arman menegaskan kesiapan KNPI untuk bergandengan tangan dengan Polda Maluku dalam kapasitas sebagai Listen Officer, yaitu pelapor dini dinamika sosial di akar rumput yang dapat membantu deteksi dan pencegahan konflik.
Menanggapi hal itu, Kapolda Maluku Irjen Dadang Hartanto menyampaikan terima kasih atas kritik, masukan, dan analisis konstruktif dari KNPI. Ia menegaskan, dari sisi statistik, gangguan Kamtibmas di Maluku sebenarnya menurun, dan Polri terus menekan angka kejadian melalui patroli serta langkah preemtif lainnya. Namun Kapolda menekankan bahwa upaya itu belum menyentuh akar utama permasalahan
Menurut Kapolda, konflik di Maluku sering kali membesar bukan karena skala tindak pidana, tetapi karena identitas kelompok dilekatkan pada pelaku. Tindak kriminal yang dilakukan individu sering dipersepsikan sebagai tindakan kelompok tertentu, sehingga memicu sentimen balas dendam. Identitas kelompok, baik berbasis lokasi, marga, maupun komunitas, menjadi faktor yang memperkuat gesekan horizontal.
Dalam konteks penegakan hukum, Polri, jelas Kapolda, bekerja berdasarkan alat bukti, sehingga tidak bisa melakukan penangkapan tanpa dasar yang kuat. Ketidaksabaran publik dan dorongan untuk main hakim sendiri sering memperburuk masalah. Jalan keluarnya adalah membangun kohesivitas sosial berbasis edukasi, khususnya di lingkungan pemuda dan sekolah.
Kapolda juga memaparkan tentang program Baileo Emarina atau Rumah Damai yang diinisiasi Polda Maluku. Program ini dirancang untuk mempertemukan kelompok-kelompok masyarakat yang rawan bersinggungan dalam sebuah ruang dialog budaya.
“Di Baileo Emarina, permasalahan individu tidak boleh dibawa ke ranah identitas kelompok. Sebaliknya, masing-masing pihak duduk berdampingan untuk mencari solusi, membangun kepercayaan, dan menghidupkan kembali nilai orang basudara dan pela gandong nilai fundamental dalam membangun kedamaian Maluku,” jelas Kapolda.
Penyelesaian konflik, lanjut Kapolda, tidak cukup dilakukan oleh aparat keamanan saja. Diperlukan keterlibatan aktif pemuda, tokoh adat, tokoh agama, dan pendidik untuk membangun kohesivitas sejak dini.
Kapolda juga mengingatkan pentingnya melapor kepada pihak Kepolisian maupun RT/RW jika ada kegiatan masyarakat yang berpotensi menimbulkan gesekan. “Jika konflik berbasis kekerasan dapat ditekan, Maluku akan menjadi salah satu wilayah teraman di Indonesia,” harapnya.
Pada kesempatan itu, Kapolda memberikan apresiasi atas keberagaman latar belakang para pemuda dalam KNPI. “Keberagaman ini bisa menjadi jembatan untuk membentuk pemuda Maluku yang cinta damai dan menjadi masa depan daerah,” ujarnya
Editor: Husen Toisuta
BACA BERITA TERKINI AMBONKITA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS












