Sebagai warga gereja biasa, Lusi melihat, organisasi gereja belum cukup kuat membangun system yang kuat untuk melindungi perempuan dan anak.
‘’Karena mengapa ya karena tidak ada figur yang memiliki perspektif yang baik di dalam, ‘’jelasnya.
Ketika ditanya apakah solusinya harus ada ketua sinode perempuan agar isu kesetaraan gender bisa lebih diperhatikan, Lusi menyebutkan ia optimis sebab hanya perempuan yang peka terhadap isu perempuan.
‘’Bahkan pernah ada yang membuat kebijakan pro pelaku kekerasan terhadap perempuan, sehingga membuat keputusan yang merugikan perempuan, ‘’ kata Lusi.
Sebenarnya sudah ada organisasi perempuan yakni perempuan berpendidikan teologi bukan hanya pendeta tapi semua perempuan yang lulusan Sekolah Pendidikan Agama Kristen dan ddalam organisasi ini punya figure-figur yang berkualifikasi lebih dari cukup.
‘’Misalnya ibu Dana Lohy Sekretaris Klasis Kota Ambon sekarang, atau ibu Mauren Latuihamallo, ibu Nova Nahusona, dan banyak lagi yang bisa, ‘’ kata Lusi.
Meski menurut Lusi kondisi sekarang pendeta yang ada sudah fifty-fifty atau sama jumlahnya antara pendeta perempuan dan laki-laki  bahkan pendeta perempuan lebih, tapi dalam kepemimpinan kondisinya masih patriarkhi.
‘’Dan ini budaya, kita bisa bilang apa, nah ini momentum, ada siding Sinode yang sedang berlangsung, jika masuk sebagai ketua mungkin sangat tipis kemungkinannya, karena yang akan memilih adalah ketua=ketua klasis, dari 30an ketua klasis berapa sih perempuan,’’ tanya Lusi,.
Discussion about this post