AMBONKITA.COM,- Warga Negeri Tawiri, Kecamatan Teluk Ambon, menemui Wali Kota Ambon, Richard Louhenapessy. Mereka mengadu sering diintimidasi oleh anggota TNI Angkatan Udara (AU) terkait sengketa lahan di sana.
Pertemuan yang dilangsungkan pasca aksi palang jalan di Tawiri pagi tadi tersebut berlangsung di Ruang Vlissingen, Balai Kota Ambon, Rabu sore (24/11/2021).
Ari Latulola, salah satu tokoh masyarakat mengungkapkan, proses intimidasi sudah berlangsung sejak September 2021. Lanud Pattimura memberikan surat pernyataan yang intinya adalah apabila tanah yang mereka tempati akan dipakai pemerintah, maka masyarakat siap keluar tanpa ganti rugi apapun.
Ia mengaku, surat tersebut diantar oleh 10 anggota Lanud Pattimura bersenjata lengkap dari rumah ke rumah warga. Mereka juga mengintimidasi warga yang bahkan adalah anggota TNI AU sendiri, maupun menantu dari anggota TNI AU.
“Mereka dipaksakan untuk menyuruh orang tua menandatangani pernyataan yang dibuat, kalau tidak maka akan di penjara, atau pangkat tidak naik dan juga akan dipindahkan. Kami punya bukti rekaman, kami tidak bicara tanpa bukti,” ujar Latulola.
Selain itu, kata dia, pemilik-pemilik kios di Tawiri juga dilarang berjualan apabila tidak menandatangani surat pernyataan tersebut. Akibatnya, beberapa kios sudah tidak bisa lagi berjualan. Bahkan kios-kios tersebut harus dibongkar jika TNI AU memerlukan lahan tersebut.
Ironisnya, rehabilitasi rumah yang dilakukan warga harus dilakukan atas izin TNI AU. Sebab jika tidak, maka rehabilitasi rumah tersebut dilarang.
Ia mengaku, persoalan tersebut sudah pernah dilaporkan kepada Pemerintah Kota Ambon.
“Bahkan pihak TNI AU juga memungut pajak dari warga yang berdiam di tanah sendiri. Kami punya banyak bukti video tentang intimidasi kepada warga. Kami tidak ingin kenyamanan dan ketentraman kami diganggu dengan cara-cara intimidatif,” harapnya kepada Wali Kota.
Sementara itu, Wali kota Ambon meminta agar tidak terjadi intimidasi terhadap warga Tawiri. Sebab, dirinya mengaku persoalan itu bisa diselesaikan secara kekeluargaan maupun melalui cara-cara hukum.
“Sebagai Wali kota, saya minta jangan ada intimidasi dulu. Nanti kita akan selesaikan, bisa secara kekeluargaan maupun secara hukum, karena masing-masing berpegang pada dasar,” pintanya.
Menurutnya, pihak TNI AU berpegang pada sertifikat nomor 6, yang baru diterbitkan pada Tahun 2010. Bagaimana proses penerbitannya, tambah dia, akan diuji. Sehingga dapat diketahui apakah bertentangan dengan fakta dan realita di sana atau tidak.
Ia mengaku, jika misalnya bertentangan dengan fakta dan realitas di lapangan, maka Pengadilan bisa membatalkan sertifikat nomor 06 Tahun 2010 tersebut. Apalagi di dalam masalah itu ada juga sertifikat hak milik yang terbit sebelum Tahun 2010. Semuanya akan diuji.
“Jadi fakta dan realitas serta aspek hukumnya harus dikemukakan. Setelah ini, kami akan mengundang pihak TNI AU untuk mendengarkan keterangannya. Begitu pun terhadap BPN. Setelah itu baru kita lihat solusinya,” pungkasnya.
Sebelumnya, Komandan Pangkalan TNI Angkatan Udara (Danlanud) Pattimura Ambon, Kolonel Pnb Andreas A Dhewo, yang dikonfirmasi terkait adanya intimidasi dari anggota TNI AU terhadap warga sehingga menjadi salah satu faktor pemicu terjadinya aksi pemalangan jalan tersebut, ditepisnya.
“Tidak demikian dan tidak ada intimidasi. Itu tadi kita latihan Danmars. Dan itu SOP di mana latihan yang dilakukan memang itu harus memegang senjata. Jadi selain latihan kita amati situasi lingkungan kita,” jelasnya.
Baca juga: Ini Penjelasan Danlanud Pattimura Cabut Plang Rekomendasi DPRD Ambon
Baca juga: Papan Rekomendasi DPRD Ambon Dicabut Lanud Pattimura, Warga Tawiri Palang Jalan
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post