AMBONKITA.COM,- 11 orang saksi telah diperiksa dalam kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial (bansos) sebesar Rp19 miliar di kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Tim Pidana Khusus Kejaksaan Negeri (Kejari) Kabupaten SBB, terus mengungkap kasus dugaan korupsi anggaran bansos tahun 2020 di lingkungan Dinas Sosial daerah setempat.
Bansos yang dianggarkan kurang lebih sebesar Rp19 miliar ini, telah dinaikan dari tahap penyelidikan ke tahap penyidikan sejak Juli 2024.
“Untuk penanganan kasus dugaan korupsi bansos di SBB sudah naik dik (penyidikan) pada Juli. Sampai saat ini sudah 11 saksi diperiksa,” kata Kasi Penkum dan Humas Kejati Maluku, Ardy kepada wartawan di Ambon, Rabu (23/10/2024).
Tim penyidik juga telah mengagendakan pemeriksaan terhadap saksi lainnya dalam waktu dekat.
“Pemeriksaan masih seputar saksi-saksi, karena statusnya baru saja naik dik, jadi tetap jaksa selesaikan pemeriksaan saksi dulu sebelum korek keterangan atau alat bukti lain,” ucapnya.
Berdasarkan informasi yang diterima, sejumlah saksi yang telah dicecar untuk mengungkap perkara ini diantaranya mantan Kepala BPKAD, Kabid Verifikasi dan Kabid Akuntansi di BPKAD, Kadis Sosial, PPK, Bendahara serta Kasubag Perencanaan, maupun Kasubag Anggaran di Dinas Sosial, dan pihak distributor.
“Fakta yang ditemui di lapangan, kasus ini permintaan pencairan anggaran itu di Dinas Sosial (Dinsos), dimana Dinsos melakukan telaah sesuai dokumen kegiatan terkait penerimaan Bansos. Selanjutnya Dokumen itu dibawa ke BPKAD atau Keuangan lalu dilakukan verifikasi. Setelah diteliti anggarannya pun dicairkan ke Rekening Dinas Sosial, selanjutnya Bendahara Dinsos yang melakukan penarikan,” ungkap sumber yang enggan namanya disebutkan.
Sebelumnya Kasi Pidsus Kejari SBB, Asmin Hamja, mengatakan, dana Rp19 miliar diperuntukan untuk bansos tahun 2020. Dana ini bersumber dari Biaya Tak Terduga (BTT) melalui Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten SBB dan dana sharing Provinsi Maluku.
Anggaran bansos sesuai Rancangan Anggaran Belanja (RAB) diperuntukan kepada 13 Kepala Keluarga. Anggaran tersebut mestinya setiap KK menerima sebanyak enam kali. Namun, yang terjadi hanya tahap keenam saja yang disalurkan. Padahal dari laporan yang ada seluruh anggarannya sudah dicairkan.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post