AMBONKITA.COM- Hartanto Hoetomo, terdakwa kasus dugaan korupsi yang merupakan kontraktor proyek pembangunan Taman Kota dan Pelataran Parkir di Kota Saumlaki, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, resmi diadili.
Direktur PT Inti Arta Nusantara ini menjalani sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ambon, Kota Ambon, Rabu (29/9/2021).
Sidang pembacaan dakwaan dipimpin Majelis Hakim yang diketuai Jenny Tulak. Ia didampingi Feliks R Wuisan dan Jefry S Sinaga sebagai Hakim anggota. Sidang berlangsung secara virtual maupun non virtual.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku, Achmad Attamimi Cs, dalam dakwaannya mengaku terdakwa menerima uang senilai Rp.4 miliar. Namun dalam realisasinya, terdapat item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan Rancangan Anggaran Belanja (RAB).
Selain terdakwa tidak sesuai RAB, status terdakwa dalam proyek itu juga tidak jelas. Termasuk dokumen pendukung untuk mengetahui sejauh mana progres pekerjaan proyek tersebut.
Perbuatan korupsi yang diduga dilakukan terdakwa tidak sendiri. Dia bersama mantan Kepala Dinas PUPR Tanimbar, Adrianus Sihasale, Wilelma Fenanlampir selaku PPTK, dan Frans Pelamonia sebagai pengawas.
JPU mengatakan, terdakwa bersama tiga rekannya mengerjakan proyek itu tidak sesuai dengan spesifikasi yang terdapat dalam kontrak. Seperti tidak membuat as built drawing (gambar rekaman akhir), dan pemasangan paving block yang tidak sesuai kontrak.
Mereka juga tidak melakukan pekerjaan timbunan sirtu, tidak membuat laporan progres pekerjaan dan laporan bulanan, serta melakukan pembayaraan dengan jumlah yang tidak sesuai kontrak.
Meski pekerjaan yang dikerjakan tidak sesuai dengan kontrak, namun terdakwa Adrianus Sihasale tetap melakukan pembayaran atas item pekerjaan. Seperti pemasangan paving blok, dan juga menandatangani berita acara penyelesaian pekerjaan dalam bentuk berita acara pemeriksaan hasil pekerjaan 100 persen. Padahal kenyataannya, perkerjaan di lapangan tidak sesuai dengan RAB.
Terdakwa Wilelma Fenanlampir selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), juga dianggap tidak cermat dalam proses penyusunan amandemen kontrak. Di mana, ternyata ada penambahan item pekerjaan pemasangan batu karang yang hanya memuat harga satuan tanpa disertai volume.
Sama halnya dengan terdakwa Frans Pelamonia, selaku pengawas yang tidak membuat dokumentasi dan kertas kerja ketika melakukan perhitungan dalam rangka perubahan desain dan volume yang dimintakan penyedia. Juga telah membiarkan penyedia memasang paving blok tidak sesuai kontrak.
Sementara untuk terdakwa Hartanto Hoetomo selaku kontraktor, tidak melaksanakan pekerjaan pembangunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Olehnya itu, akibat dari perbuatan empat orang terdakwa tersebut sudah merugikan negara sebesar Rp.1.035.598.220,92.
“Perbuatan terdakwa Hartanto Hoetomo didakwa melanggar pasal 2 ayat (1), dan subsider pasal 3 jo pasal 18 UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU RI No.20 tahun 2001 tentang perubahan atas UU RI No.31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 64 ayat (1) KUHP jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” baca Achmad Attamimi dalam berkas dakwaannya.
Untuk diketahui, nilai kontrak proyek pembangunan taman kota dan pelataran parkir di Kota Saumlaki tahun 2017 silam itu sebesar Rp.4.512.718.000.
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post