AMBONKITA.COM,- Tak terima dituduh telah menggelapkan dana bantuan Keluarga Penerima Manfaat (KPM), Lutfi Lesimanuaya, pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) di Desa Aboru, Kecamatan Pulau Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, mempolisikan Agustina Teterissa ke Polresta Pulau Ambon dan Pulau-pulau Lease, Jumat (3/12/2021).
Agustina Teterissa adalah warga Dusun Tanital, Desa Aboru, yang merupakan salah satu penerima bantuan atau KPM. Ia diduga telah mencemarkan nama baik pendampingnya sendiri.
Lutfi Lesimanuaya mengaku, dirinya difitnah telah menggelapkan dana bantuan KPM. Padahal, dana tersebut langsung dikirim dari Kas Negara yang ditransfer ke rekening masing-masing KPM.
Bantuan yang diterima Agustina sebesar Rp 875 ribu sebanyak empat kali dalam satu tahun, kemudian turun menjadi Rp 500 ribu, disebabkan adanya perubahan kebijakan nilai yang ditetapkan melalui Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran, Direktorat Jaminan Sosial Keluarga, setiap tahunnya.
Ia mengaku, perubahan kebijakan itu kerap disosialisasikan kepada seluruh penerima bantuan KPM PKH di Desa Aboru, baik di setiap pertemuan bulanan maupun kelompok.
“Hanya saja Ibu Teterissa ini merupakan salah satu KPM yang jarang mengikuti pertemuan-pertemuan bulanan maupun kelompok,” kata Lutfi.
Senada, Husen Ohorella, Koordinator PKH Kecamatan Pulau Haruku, membenarkan jika setiap Pendamping PKH tidak pernah memegang dan menyalurkan bantuan sosial milik KPM.
“Ia benar, bantuan KPM ditransfer dari Kas Negara ke lembaga bayar (Bank HIMBARA atau BRI, Mandiri, BNI) yang dilakukan setiap tahap penyaluran bantuan dengan mekanisme non tunai langsung ke rekening KPM,” kata Husen.
Tugas dan kewajiban Pendamping PKH, kata Husen, yaitu memastikan apakah bantuan dari Pusat tersebut sudah masuk maupun telah sesuai dengan komponen yang dimiliki oleh KPM PKH atau tidak.
Husen juga membenarkan nilai bantuan yang tidak sesuai disetiap tahunnya. Kebijakan itu sendiri ditetapkan melalui Surat Keputusan Kuasa Pengguna Anggaran, Direktorat Jaminan Sosial Keluarga. Nilai bantuan bagi kepesertaan yang ditetapkan pada tahun berjalan itu, menyesuaikan dengan ketersediaan anggaran Negara.
“Seperti misalnya pada tahun 2017. Di mana, bantuan sosial PKH terdiri dari Bantuan Tetap sebesar 500 ribu, dan bantuan Komponen Ibu Hamil, Anak Usia Dini, Anak Sekolah, Lansia lebih dari 70 tahun dan Disabilitas yang dibayarkan pada 4 tahap dalam 1 tahun,” katanya.
Kemudian di tahun 2018, sambung dia, terjadi perubahan kebijakan pada Nilai Bantuan PKH. Di mana, semua KPM mendapatkan Rp 500 ribu setiap tahapnya dan tidak dilihat dari jumlah anak sekolah.
“Perubahan kemudian terjadi lagi di tahun 2019, di mana jumlah bantuan maksimal 4 orang yang masuk dalam kategori penerima bantuan dalam satu keluarga,” sambungnya.
Pada tahun 2020, lanjut Husen, kebijakan Bantuan Sosial PKH dengan maksimal 4 orang penerima dalam satu keluarga dengan ketentuan Ibu Hamil maksimal 2 kehamilan, Anak Usia Dini paling Banyak 2 orang, Anak Sekolah, Lansia lebih dari 70 tahun dan Disabilitas maksimal 1 orang.
“Lalu tahun 2021 terjadi lagi perubahan kebijakan PKH maksimal 4 orang dalam satu keluarga dengan ketentuan Ibu Hamil maksimal 2 kehamilan, Anak Usia Dini paling banyak 2Â orang, Anak SD paling banyak 2 orang, Anak SMP paling banyak 2 orang, Anak SMA paling banyak 2 orang, Lansia lebih dari 70 tahun dan Disabilitas maksimal 1 orang. Dan terdapat perubahan juga pada tahun 2021Â jika ada 2 anak atau lebih di SD, SMP, dan SMA tetap salah satu anak dapat bantuan,” jelasnya.
Belum lagi di awal tahun 2021, tambah dia, terjadi Pemadanan Data PKH dengan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil). Ini menyebabkan terdapat banyak anggota keluarga yang tidak aktif sebagai akibat datanya tak terdaftar atau tidak sesuai dengan Dukcapil. Hal tersebut menyebabkan proses perbaikan dari sisi data Kependudukan dan PKH harus diselaraskan.
“Dari berbagai kebijakan Bantuan Sosial dari tahun ke tahun tersebut, sehingga wajar jika bantuan yang diterima oleh KPM PKH akan bervariasi,” katanya.
Husen menghimbau kepada Ibu-ibu KPM yang telah mendapatkan bantuan agar selalu melaksanakan kewajiban mereka. Yaitu anggota keluarga PKH memeriksakan kesehatan pada fasilitas pelayanan kesehatan sesuai dengan protokol kesehatan bagi ibu hamil/menyusui dan anak berusia 0 – 6 tahun.
Anak sekolah keluarga PKH mengikuti kegiatan belajar dengan tingkat kehadiran paling sedikit 85% dari hari belajar efektif bagi anak usia sekolah wajib belajar 12 tahun; dan anggota keluarga mengikuti kegiatan di bidang kesejahteraan sosial sesuai kebutuhan bagi keluarga yang memiliki komponen lanjut usia, mulai dari 70 tahun dan atau penyandang disabilitas berat; KPM hadir dalam pertemuan kelompok agar mendapatkan informasi-informasi terbaru dan juga pemutakhiran data atau Pertemuan Peningkatan Kemampuan Keluarga (P2K2) setiap bulan.
“Dan Apabila KPM PKH tidak memenuhi kewajiban di atas, maka akan mendapatkan sanksi penangguhan bantuan dan atau dikeluarkan dari kepesertaan PKH,” pungkasnya.
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post