Maraknya Kekerasan Perempuan
Sejauh ini, Lusi melihat masih banyaknya ruang aman yang belum tercipta bagi perempuan, upaya perlindungan dan pemberdayaan terhadap perempuan belum menjadi fokus utama pemerintah.
Meski Lusi memandang pemerintah pusat sudah punya political will yang cukup bagus, dengan program Nawacitanya.
Namun menurutnya pemerintah daerah, yakni Provinsi Maluku belum secara maksimal dilakukan.
Penting dilihat apakah Dinas Pemberdayaan Perempuan sebagai lembaga negara di daerah ini mampu memetakan situasi perempuan Maluku yang terperangkap di dalam sistem patriarki.
‘Yang terperangkap di dalam macam-macam bentuk kekerasan berbasis gender.
Baginya kekerasan berbasis gender bukan hanya KDRT atau kekerasan seksual tetapi cakupannya termasuk bentuk kekerasan yang tidak sadar dibuat oleh negara.
Antara lain membiarkan masyarakat miskin dan perempuan miskin hidup dalam kemiskinan struktural.
“Kekerasan seksual di Maluku tidak turun-turun angkanya, kekerasan dalam rumah tangga juga tidak turun angkanya. Ini dosanya siapa?,” cetus Lusi.
Lusi menyesalkan fokus pembangunan yang dilakukan pemerintah, lebih banyak terkonsentrasi pada pembangunan fisik.
“Kota Ambon misalnya trotoar yang masih bagus dibongkar ulang padahal kasus kemiskinan kota masih banyak, ada kasus kekerasan yang tidak tertangani,” sesalnya.
Menurutnya anggaran rehab trotoar lebih baik dialokasikan untuk modal kerja bagi perempuan yang menjadi kepala rumah tangga atau perempuan miskin kota.
“Lebih baik dikasih untuk modal buka usaha daripada rehab trotoar yang kita sendiri tidak tahu urgensinya seperti apa?,” katanya.
