AMBONKITA.COM,- Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi anggaran Bahan Bakar Minyak (BBM) untuk operasional kendaraan dinas pada Dinas Lingkungan Hidup dan Persampahan (DLHP) Kota Ambon kembali bergulir.
Sidang dengan agenda masih pemeriksaan saksi itu dilangsungkan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ambon, Kota Ambon, Rabu (29/12/2021).
Di kasus itu, terdapat tiga terdakwa masing-masing eks Kepala DLHP Lucia Izack, Kepala Seksi Pengangkutan Bidang Kebersihan, juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Mauritsz Yani Tabalesy, dan mantan Manajer SPBU Belakang Kota, Ricky M Syauta.
Sidang yang berlangsung secara virtual ini, Penuntut Umum diketuai Chrisman Sahetapy menghadirkan Yenny Wattimena sebagai saksi. Saksi merupakan Bendahara pengeluaran pada DLHP Ambon.
Di depan Majelis Hakim yang diketuai Felix Wuisan, Yenny mengaku Lucia Izack memerintahkan agar memanipulasi Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) pembayaran BBM pada item mobil arm roll. Pada item tersebut terdakwa meminta untuk membayar tiga jalur, padahal seharusnya hanya dua jalur.
“Untuk mobil arm roll kalau riil di lapangan bayar dua jalur. Tapi dilaporan pertanggung jawaban Kita bayar tiga jalur atas perintah Lucia Izaack selaku kepala dinas,” ungkap Yenny.
Yenny mengaku perintah terdakwa Lucia Izack tersebut juga didengar oleh Maureen Luhukay, Bendahara Pembantu pada DLHP Ambon.
“Saat itu sekitar bulan Januari, yang saat itu saya sama saudara bendahara pembantu yang masuk ke ruang kepala dinas (terdakwa),” lanjutnya.
Saksi mengaku sebelum pembayaran biaya BBM kendaraan pengangkut sampah kepada sopir-sopir, dirinya akan meminta rincian pembayaran dari Maureen Luhukay selaku bendahara pembantu. Setelah itu, Mauren yang kemudian melakukan pembayaran kepada para sopir.
Ia melanjutkan, rincian pembayaran didapat dari terdakwa Mauritsz Yani Tabalesy selaku Kepala Seksi Pengangkutan Bidang Kebersihan yang juga berperan sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Namun, Yanny mengaku tak menanyakan langsung kepada terdakwa.
“Saya meminta rincian pembayaran dari Maureen Luhukay selaku Bendahara pembantu. Untuk lakukan pembayaran, Maureen kasih rincian ke saya lalu saya kasih uang ke Maureen untuk bayar ke sopir. Yang mengetahui berapa jumlah kendaran di lapangan itu PPK berdasar data. Saya dapat info dari Maureen kalau Mauritz yang kasih data,” jelasnya.
Yenny juga mengaku tak ada MoU antara DLHP dan SPBU lantaran bukan tanggung jawab dinas.
“Saya pernah tanya calon pengguna anggaran, tanya tahun 2018 pakai MoU kenapa 2019 kenapa tidak pakai? Ibu kadis bilang yang bikin MoU bukan OPD tapi Pemerintah Kota,” pungkasnya.
Usai mendengar keterangan Yenny, majelis hakim menunda sidang hingga pekan depan dengan agenda masih mendengar keterangan saksi.
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post