AMBONKITA.COM,- Perempuan berwajah manis, berhidung bangir, berkulit putih mulus itu, duduk santai menikmati secangkir es teh lemon di salah satu café di Kota Ambon.
Dia baru saja menjejak kakinya kembali ke kota transit ini dari Kota Dobo, Kabupaten Kepulauan Aru, Maluku.
Setelah lebih dari 10 bulan bekerja di salah satu karaoke berinisial P di Kota Dobo, dia tampak lega, banyak senyum dan bercanda.
Wajahnya  khas perempuan Jawa namun dengan Bahasa Indonesia yang fasih dan jelas tanpa medok Jawa yang kentara. Terlihat terpelajar namun siapa nyana, dia lulusan SMP.
Wajah dan bentuk tubuhnya yang aduhai ternyata jadi incaran para calo human trafficking hingga akhirnya dia terdampar di kabupaten terluar di Maluku itu.
Sebut saja Sheila, dia mengaku berusia 24 tahun, kepada ambonkita.com dia berkisah perjalanan panjang diawali dari kota kelahirannya di Tulung Agung, Jawa Timur.
Pandemi yang melanda Indonesia di 2020 menyebabkan kondisi ekonominya sulit. Ibu satu anak yang masih berusia 4 tahun ini, terpaksa bekerja apa saja agar bisa menghidupi keluarganya. Dia sulung dan harus membiayai sekolah adiknya dan putranya, serta kedua orang tua yang sudah lanjut usia.
Mulai dari berdagang roti di alun-alun hingga menjadi pelayan café dilakoninya. Motifnya sederhana bisa menyambung hidup.
Hingga suatu saat diakhir  tahun 2020, ia terbujuk rayuan seorang calo tenaga kerja, bersama 4 kawannya yang lain diimingi-imingi gaji 8 juta perbulan jika bersedia bekerja sebagai pelayan café di Kota Ambon.
‘’Kami di Jawa tidak paham dimana itu Kota Dobo, kami cuma tahu akan dibawa ke Ambon, Kota Ambon masih dikenal di Jawa,’’ ungkapnya.
Hingga akhirnya tanpa biaya sepeserpun dia berhasil tiba di Dobo, ‘’Saya kaget bu, kog kerjanya di karaoke dan melayani laki-laki minum-minum, gaji kami bukan 8 juta seperti yang dijanjikan tapi tak sampai 500 ribu karena dipotong untuk biaya perjalanan ke Dobo dan semua pengeluaran selama perjalanan,’’ tuturnya.
Di Karaoke ‘P’ yang terletak di pusat Kota Dobo, Sheila dan empat perempuan yang dikirim bergilir ke Dobo harus bekerja melayani tamu laki-laki mulai jam 8 malam hingga jam 2 pagi. ” Kadang siang hari juga jika ada tamu,” cetusnya.
Penghasilannya ia dapat dari setiap minuman yang dikonsumsi para lelaki hidung belang ini.
‘’Saya terpaksa menjalani dengan berat hati, pakaian yang kami pakai harus beli dengan potong gaji, makan minum dan semua pengeluaran potong gaji, alhasil kami hanya dapat sekitar 500 ribu untuk kirim ke keluarga di Jawa,’’ jelas Sheila.
Memang dia mengakui sering menerima tips setiap kali menemani tamu yang minum-minum di karaoke tersebut.
Tapi tak setiap tamu memberi tips. Maka tak banyak uang dia peroleh dari pemberian tips tersebut. ‘’ Uang tips itu saya tabung, saya bertekad tidak boleh lama bekerja di Dobo, perlakuannya tidak manusiawi,’’ ketusnya.
Discussion about this post