AMBONKITA.COM,- Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan vonis bersalah kepada dua terdakwa kasus dugaan korupsi anggaran sisa Dana Siap Pakai (DSP) untuk penanggulangan bencana alam gempabumi tahun 2019 pada BPBD Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Kedua terdakwa yang dinyatakan bersalah yaitu Marlin Mayaut dan Muid Tulapessy. Keduanya dinilai telah merugikan negara sebesar Rp 1 miliar. Mereka dijatuhkan hukuman bervariasi.
Untuk terdakwa Marlin Mayaut dikenakan hukuman 7 tahun penjara. Sementara terhadap Muid Tulapessy, diganjar 6 tahun penjara oleh majelis hakim yang diketuai Rahmat Selang.
Marlin Mayaut merupakan mantan Kepala Bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi pada BPBD SBB. Ia bertindak sebagai PPK. Sedangkan Muid Tulapessy, merupakan mantan Bendahara Pengeluaran Pembantu.
Kedua terdakwa dinyatakan terbukti bersalah melanggar Pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 ayat (1), (2) dan (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan diperbaharui dengan Undang Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana.
“Menjatuhkan pidana kepada terdakwa Marlin Mayaut selama 7 tahun dan terdakwa Muid Tulapessy serta terdakwa Muid Tulapessy dengan pidana penjara 6 tahun,” kata Ketua Majelis Hakim dalam amar putusannya pada Jumat (15/9/2023).
BACA JUGA: Korupsi Dana Gempa di SBB, Jaksa Tetapkan Satu Tersangka Tambahan
Selain hukuman kurungan badan, terdakwa Marlin juga dibebankan membayar denda sebesar Rp 300 juta subsidair 4 bulan kurungan. Ia juga diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp 600 juta subsidair 2 tahun penjara.
Terhadap terdakwa Muid, juga dihukum membayar denda sebesar Rp 100 juta subsidair 2 bulan kurungan. Ia pun diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 400 juta subsidair 1 tahun penjara.
Terkait dengan vonis putusan majelis hakim tersebut, baik Terdakwa melalui penasehat hukum maupun Jaksa Penuntut Umum Raimond Chrisna Noya menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya dalam sidang tuntutan, JPU menuntut terdakwa Marlin dengan pidana penjara selama 7,6 tahun penjara serta denda sebesar Rp 300 juta subsider 6 bulan penjara.
Sementara terdakwa Muid Tulapessy dituntut 6,6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Kasus dugaan korupsi tersebut berawal saat terjadinya bencana alam gempabumi di wilayah Kabupaten SBB pada 26 September 2019 lalu. Gempa mengakibatkan banyaknya kerusakan rumah maupun bangunan penduduk. Peristiwa alam ini membuat Bupati SBB menetapkan status tanggap darurat bencana. Dengan diterbitkan Surat Nomor: 465.2/842 perihal Surat Permohonan Dana Tanggap Darurat Bencana Alam Gempa Bumi di Kabupaten SBB kepada Kepala BNPB RI.
Tanggal 30 September 2019, BNPB RI menerbitkan SK Nomor: 163.3 Tahun 2019 tentang Pejabat Pembuat Komitmen dan Bendahara Pengeluaran Pembantu Penanganan Darurat Bencana dengan menetapkan Nasir Suruali selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan La Ucu selaku Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) pada BPBD SBB.
Dalam perjalanannya, dilakukan pergantian PPK dan bendahara pengeluaran pembantu kegiatan bantuan DSP siaga darurat bencana melalui SK Bupati Nomor:990-32.a Tahun 2021 tanggal 26 Januari 2021 yang menetapkan Marlin Mayaut (BAP terpisah) selaku PPK dan Muid Tulapessy selaku bendahara pengeluaran pembantu.
BNPB mengalokasikan bantuan DSP sejumlah Rp 37,310 miliar untuk membiayai empat komponen kegiatan dan anggarannya ada dalam rekening khusus BPBD Kabupaten SBB. Di mana terdapat sisa DSP sejumlah Rp 4,357 miliar yang berasal dari dana stimulan pembangunan rumah rusak. Dana tersebut seharusnya masih berada pada rekening khusus BPBD Kabupaten SBB.
Kemudian Pemkab SBB menerbitkan Surat Nomor: 360/1119 tanggal 6 Agustus 2021 tentang Usulan Pemanfaatan Sisa Dana Siap Pakai untuk Biaya Operasional sejumlah Rp2.258 miliar, namun SK ini tanpa disertai persetujuan permintaan usulan penggunaan sisa DSP dari BNPB RI.
Pada Oktober 2021, Marlin Mayaut bersama-sama terdakwa Muid Tulapessy dan Azis Sillouw melakukan pencairan sisa DSP sejumlah Rp 1 miliar. Dari hasil pencairan tersebut, dilakukan pembagian untuk keduanya di mana terdakwa Marlin mendapatkan Rp 600 juta dan Muid Rp 400 juta.
Selanjutnya BNPB RI membalas surat usulan pemanfaatan sisa DSP untuk biaya operasional melalui surat Nomor: S.1401/BNPB RI/SU/RR.01/11/2021 tanggal 16 November 2021, intinya menolak permintaan pemanfaatan sisa DSP untuk biaya operasional karena tidak sesuai ketentuan perundang-undangan.
Surat penolakan dari BNPB RI terbit pada tanggal 16 November 2021 yang saat itu sudah terlanjur dilakukan pencairan dan sudah dihabiskan, sehingga tidak bisa mengembalikan sisa DSP tersebut ke kas negara.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post