AMBONKITA.COM,- Waktu sudah menunjukkan pukul 11 malam, Medrat Latekay (43) warga Desa Abio, Kecamatan Elpaputih, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) duduk memeluk kedua kakinya, kepalanya dibenamkan dalam-dalam, menahan dingin. Kaki dan tangannya ikut bergetar. Rumahnya yang berdinding kayu berukuran 4×6 itu diselimuti kabut pekat.
Desa Abio malam itu, medio Oktober 2021 diselimuti kabut. Kondisi desa semakin gelap karena hanya ada lampu pelita dari rumah-rumah warga, belum ada listrik masuk ke desa ini. Warga masih menggunakan lampu yang sangat sederhana yakni lampu pelita.
Jika ada listrik tenaga surya hanya dipakai dibeberapa rumah saja. Jumlah penduduk desa ini sebanyak 960 jiwa dan 148 Kepala Keluarga. Kebanyakan rumah rumah di Desa Abio berdinding kayu dan beratap seng.
Sudah lama warga desa ini mengeluhkan kondisi desa yang minim sarana, sarana transportasi yang mahal, sarana pendidikan dan kesehatan yang tidak ada.
Bayangkan, akses dari Jalan Trans Seram menuju Desa Abio harus menempuh perjalanan enam jam menggunakan sepeda motor atau ojek. Ongkos ojek pulang pergi Rp500 ribu. Jika jalan kaki ke desa itu bisa seharian atau dari jam lima pagi hingga jam enam sore baru sampai di Jalan Trans Seram.
Warga juga harus ekstra hati-hati melintasi jalan itu karena lebar badan jalan hanya setengah meter sebab kiri kanan jalan terdapat jurang. Belum lagi bebatuan yang tajam disepanjang jalan juga terdapat puluhan sungai kering atau biasa disebut kali mati dan satu sungai besar.
Sungai besar itu bernama Kali Nui. Kali (sungai) berukuran 60 meter itu biasa dilintasi warga dengan menggunakan rakit yang disewa, Rp 60 ribu perorang pulang pergi.
Discussion about this post