AMBONKITA.COM,- Tanggal 17 Mei 2025 mendatang, DPD PDI Perjuangan Provinsi Maluku akan melakukan dialog publik, membedah kebijakan efisiensi anggaran dari Pemerintah Pusat dan dampaknya bagi masyarakat Maluku.
Mengusung tema “Kebijakan Efisiensi Anggaran, Bagaimana Nasib Maluku?” dialog nanti akan menghadirkan para pemateri berkompeten yang dihelat di Pacciffic Hotel, Kota Ambon.
Para pemateri yang dihadirkan: Dr. Anton A. Lailosa, Kepala Bapeda Provinsi Maluku; Dr. Simon P. Soegijono, Dosen Studi Ekonomi Pembangunan UKIM Ambon; Mohamad Latif, Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku; Prof. Dr. Hasbollah Toisuta, Direktur Pasca Sarjana IAIN Ambon; Mercy CH. Barends, Anggota DPR RI Dapil Maluku.
Berangkat dari pemikiran pelaksanaan dialog terkait kebijakan efisiensi anggaran, bagaimana nasib Maluku?, akan disampaikan Ketua DPD PDI Perjuangan Maluku, Benhur G. Watubun, yang juga selaku Ketua DPRD Provinsi Maluku, sebagai pengantar.
Ketua Panitia, Samson Atapary, mengungkapkan, dialog yang akan dilaksanakan bertujuan untuk menyatukan pemahaman atau persepsi seluruh stakeholder selaku penanggungjawab dalam melakukan pelayanan publik. Seperti pihak eksekutif yakni pemerintah provinsi, dan kabupaten/kota maupun legislatif yaitu DPRD.
“Bersamaan dengan momen hari Pahlawan Nasional Pattimura kita coba mengangkat persoalan ini (kebijakan efisiensi anggaran) untuk didialogkan. Jadi dialog ini kita ingin coba memetakan dampak signifikan dari efisiensi anggaran untuk provinsi Maluku termasuk 11 kabupaten kota,” ungkapnya.
Dalam dialog nanti, akan lahir pemikiran-pemikiran yang konstruktif atau solusi-solusi yang dapat disimpulkan dalam sebuah rekomendasi. Kemudian diberikan kepada pemerintah pusat hingga pemerintah daerah. “Kita ingin mengatasi dari dampak efisiensi anggaran ini kepada provinsi Maluku,” sebutnya.
Dampak efisiensi anggaran di Maluku merupakan isu yang kompleks karena melibatkan ketidakseimbangan antara sumber pendapatan asli daerah dengan kebutuhan pembangunan di Maluku. Kegiatan pembangunan di Maluku terutama berkaitan dengan pelayanan publik, penurunan angka kemiskinan dan penyediaan lapangan pekerjaan di sektor padatkarya masih sangat tergantung dari APBN melalui program-program kementerian/lembaga maupun dana transfer ke daerah. Persoalan ini tidak bisa mengharapkan investasi swasta dalam membangun infrastruktur transportasi, jalan jembatan, pelabuhan dan bandara di Maluku. Ini dikarenakan tidak ada nilai ekonomis yang menjadi daya tarik bagi swasta, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
“Padahal kemiskinan di Maluku masih relatif tinggi, jika dibandingkan dengan provinsi-provinsi lain yang ada di Indonesia. Data BPS September 2024, tingkat kemiskinan di Maluku sebesar 15,78 persen atau 293,99 ribu jiwa. Angka ini menempatkan Maluku di urutan kedelapan provinsi termiskin di Indonesia dari 38 provinsi,” jelasnya.
Provinsi Maluku saat ini masih menghadapi masalah infrastruktur yang akut, diantaranya transportasi laut dan darat, jalan jembatan, air bersih, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lain-lain. Banyak jalan dan jembatan rusak yang belum ditangani secara baik sehingga berdampak buruk pada berbagai aspek kehidupan masyarakat.
Jalan yang buruk dan rusak berdampak pada sentra-sentra produksi hasil pertanian dan perikanan yang tidak dapat dibawah ke pasar. Infrastruktur laut, diantaranya dermaga dan kapal feri belum memadai untuk membuka daerah-daerah yang terpencil dan terisolasi untuk menunjang perekonomian daerah-daerah tersebut.
Dengan ketidak tersediaan anggaran untuk belanja infrastruktur, secara langsung berdampak terhadap kehilangan lapangan pekerjaan di sektor padatkarya yang selama ini menunjang penyediaan lapangan kerja, mengurangi pengangguran, mengurangi kemiskinan, meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, serta mendorong pertumbuhan ekonomi lokal.
“Jadi pemangkasan pada anggaran belanja infrastruktur di Maluku sangat memiliki multiplier effect atau efek berganda terhadap perekonomian daerah, karena pembangunan infrastruktur berdampak besar terhadap penyerapan tenaga kerja,” sebutnya.
Sesuai data BPS Agustus 2024, tingkat pengangguran di Maluku termasuk masih cukup tinggi sebesar 6,11%. Ini menempatkan Maluku di urutan ke-6 pengangguran tertinggi di Indonesia. Permasalahan kemiskinan yang tinggi dan ketidaktersediaan lapangan pekerjaan akibat efisiensi anggaran, langsung atau tidak langsung dapat meningkatkan kerentanan sosial masyarakat, misalnya dapat memicu stres dan putus asa.
Kemiskinan di Maluku, tanpa adanya efisiensi anggaran saja, sudah sangat tinggi dan bersifat struktural, yaitu akses terhadap sumber daya ekonomi, distribusi dan pasar yang rendah, walaupun kaya dengan potensi sumber daya alam. Akses pendidikan yang tidak merata, kualitas pendidikan yang rendah dan biaya pendidikan yang mahal membatasi masyarakat miskin terhadap pendidikan yang layak. Keterbatasan akses kesehatan yang rendah, diantaranya tidak tersedianya fasilitas kesehatan sampai di tingkat desa, prevelensi stunting yang tinggi, biaya kesehatan yang mahal dan tenaga medis yang tidak memadai sampai di tingkat desa, dapat menyebabkan masyarakat miskin tidak dapat pelayanan kesehatan yang memadai.
“Dampak efisiensi anggaran kalau dari segi fiskal itu berarti daya beli masyarakat turun, kalau dari segi kebijakan moneter pasti terjadi inflasi dan tingkat sukubunga bank akan tinggi,” tambah Amin Buton, sekretaris panitia.
Menurutnya, apabila sukubunga bank tinggi, maka dari segi moneter berarti kredit-kredit produktif, pengusaha akan takut untuk mengambil kredit. “Nah itu dari sisi fiskalnya kalau daya beli turun berarti sektor distribusi dan pajak pasti menurun. Nah itu akan kita kaji solusinya,” jelasnya.
Dr. Nancy Purmiasa, Pengurus DPD PDI Perjuangan Maluku, menambahkan, dari sudut pandang partai politik yang memiliki cukup dukungan atau kepercayaan masyarakat pada pemilihan 2024, PDI Perjuangan memiliki kepentingan besar untuk memperjuangkan kepentingan publik.
“Jadi pasca efisiensi anggaran ini kita belum lihat dengan jelas yang sudah menginput publik dari sejumlah stakeholder untuk pendekatan suara publik, apa keinginan publik, apa pikiran publik dan kemudian apa kira-kira usulan publik yang diinginkan untuk pemerintah laksanakan. Maka pada titik ini kami PDI Perjuangan ingin mendengarkan suara publik melalui dialog yang akan dilaksanakan tanggal 17 nanti,” sebutnya.
Olehnya itu, sebanyak kurang lebih 100 orang peserta dialog akan dihadirkan. Mereka adalah orang-orang pilihan dari berbagai kalangan. Seperti akademisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, perwakilan OKP hingga perwakilan awak media dalam hal ini para pimpinan redaksi.
“Kita akan memilih orang yang akan menjadi peserta aktif dan memberikan kontribusi pikiran kepada PDI Perjuangan supaya hasil dialog publik kita serahkan ke pemerintah pusat, pemerintah daerah bahwa ini loh yang masyarakat inginkan. Dari sisi politik, seluruh anggota DPRD dari PDI Perjuangan akan diintruksikan mengawal keinginan masyarakat,” pungkasnya.
Untuk diketahui, kebijakan efisiensi anggaran sebagaimana Intruksi Presiden RI Nomor 1 Tahun 2025 telah memangkas anggaran provinsi Maluku sebesar Rp1.390.726.190.000. Jumlah ini terdiri dari pemangkasan DAU Infastruktur sebesar Rp385.146.758.000, dan DAK Fisik Rp458.579.432.000. Kemudian BPJN Maluku Rp410.000.000.000 dan pemotongan utang SMI Rp137.000.000.000. ●
Editor: Husen Toisuta
BACA BERITA TERKINI AMBONKITA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS