AMBONKITA.COM- Sebanyak 471 Kepala Keluarga (Kk) terdampak pembangunan proyek Ambon New Port di Negeri Waai, Kecamatan Salahutu, Kabupaten Maluku Tengah. Dari jumlah itu, ratusan warga diketahui belum memiliki sertifikat lahan yang akan dibebaskan.
Menurut Ketua Tim Persiapan Pembebasan Lahan untuk pembangunan Ambon New Port (ANP), M. Saleh Thio, dari 471 Kk itu, baru 23 yang sudah jelas atau memiliki sertifikat. 29 masuk tanah dati dan adat, 16 tanah adat, dan 364 sisanya belum terkonfirmasi memiliki sertifikat yang sah.
Kepala Bidang Pengadaan Tanah dan Pengembangan Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional (BPN) provinsi Maluku, Feri Soukotta, mengaku, tanah warga yang belum memiliki sertifikat akan didata setelah dilakukan kegiatan pelaksanaan di lapangan.
“Jadi baru lima koma sekian persen lebih yang sudah memiliki sertifikat,” ungkap Feri kepada wartawan di kantor Gubernur Maluku, Kota Ambon, Jumat (8/10/2021).
Sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Pengadaan Tanah, Feri mengaku terdapat empat tahapan perencanaan. Pertama pada instansi yang membutuhkan tanah, kemudian dituangkan dalam dokumen perencanaan pengadaan tanah. Setelah itu diserahkan kepada Pemerintah Provinsi untuk tahap persiapan pembebasan lahan.
Tahapan tersebut, kata dia, dilakukan setelah adanya penetapan. Setelah itu baru dilaksanakan penyerahan berdasarkan dokumen perencanaan dan persiapan pada tahap pelaksanaan.
Tahapan pelaksanaan, lanjut dia, dilakukan oleh Kanwil BPN Maluku bersama kantor Pertanahan setempat. Sementara tahapan terakhir yaitu penyerahan seusai dilakukan pembayaran ganti rugi dan pemutusan hukum antara subjek dan objek dalam rangka pembuatan sertifikat.
Menyangkut harga tanah, Feri mengaku berada pada tahapan pelaksanaan. Tahapan ini dilakukan berdasarkan hasil kerja dari Satgas A.
Satgas tersebut bertugas melakukan pengukuran keliling lahan seluas kurang lebih 200 hektar. Selain itu, juga terhadap bidang-bidang tanah pemilik selaku subjek hak, yang kemudian dituangkan dalam dokumen nominatif.
Dokumen tersebut, lanjut dia, merupakan dasar agar Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) melakukan kajian. Sementara itu, untuk Satgas B, bertugas melakukan pengumpulan data yuridis dari subjek maupun objek.
“Setelah data nominatif ditetapkan dengan berita acara maka diserahkan kepada instansi yang membutuhkan tanah, selanjutnya dengan pemerintah melakukan lelang KJPP,” terangnya.
Discussion about this post