AMBONKITA.COM,- Sejumlah organisasi mengecam serangan digital terhadap sedikitnya 24 awak redaksi Narasi sejak Sabtu (24/9/2022). Serangan ini merupakan kasus peretasan terbesar yang dialami awak media di Indonesia setidaknya dalam empat tahun terakhir.
Kecaman ini disampaikan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia, LBH Pers, Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) dan Tim Reaksi Cepat (TRACE) pada konferensi pers, Senin (26/9/2022).
Empat organisasi tersebut mendesak agar Polri secara aktif menyelidiki pelaku di balik serangan digital itu karena menghambat kebebasan pers yang dijamin kemerdekaannya oleh Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Kepolisian harus melakukan penyelidikan dan penyidikan secara tuntas kasus peretasan terhadap sekitar 24 awak redaksi Narasi. Pembiaran atas serangan kepada jurnalis dan perusahaan, akan semakin menguatkan pemerintah memiliki keterkaitan dengan serangan ini,” kata Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim.
Peretasan dan percobaan peretasan terhadap awak media Narasi mencakup beragam platform seperti akun Facebook, Instagram, Telegram dan Whatsapp. Awak redaksi yang menjadi target berasal dari berbagai level, dari pemimpin redaksi, manajer, finance, produser hingga reporter.
Peretasan pertama kali terjadi pada nomor Whatsapp milik Akbar Wijaya atau Jay Akbar, salah seorang produser Narasi yang menerima sejumlah tautan tak dikenal melalui Whatsapp sekitar pukul 15.29 WIB.
BACA JUGA: Gubernur Maluku Minta Dewan Juri Pesparani Objektif dan Netral
Meski Jay tidak mengklik satu pun tautan dalam pesan singkat tersebut, namun 10 detik kemudian dia telah kehilangan kendali atas akun atau nomor Whatsapp pribadinya. Sejak saat itu, satu per satu akun-akun media sosial awak redaksi Narasi menjadi sasaran percobaan peretasan. Beberapa jurnalis berhasil memulihkan akun-akun mereka setelah mendapatkan pendampingan dari AJI Indonesia dan Tim Reaksi Cepat.
Selain itu, Sasmito meminta Dewan Pers untuk mendesak aparat kepolisian mencari bukti, dan mengungkapkan fakta kasus peretasan terhadap Narasi. Dewan Pers juga perlu mengingatkan masyarakat agar menempuh mekanisme sesuai dengan Undang-Undang Pers seperti meminta hak jawab dan hak koreksi.
Pengacara publik sekaligus peneliti pada LBH Pers, Ahmad Fathanah mendesak agar kepolisian segera melakukan pemeriksaan terkait kasus yang menimpa awak redaksi Narasi. “Seharusnya mereka bisa langsung bertindak tanpa ada pelaporan,” kata Fathanah menegaskan.
Perwakilan Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ), Nenden Sekar Arum mendesak hal serupa kepada polisi. Apalagi, kasus serangan digital bukan hal baru di Indonesia. KKJ menilai peretasan terhadap awak media Narasi sebagai tren yang marak belakangan terjadi saat media bersikap kritis dalam laporan jurnalistiknya. “Hal seperti ini bisa jadi teror,” tuturnya.
Discussion about this post