AMBONKITA.COM,- Sudah waktunya Pemerintah Provinsi Maluku mengkonsepkan hilirisasi rempah-rempat Maluku, baik itu kopra, cengkih, pala maupun komuditas alam lainnya.
Hal ini sangat membantu Pemerintah Provinsi Maluku untuk mendorong terciptanya lapangan pekerjaan dan juga memicu pertumbuhan ekonomi.
“PAD Maluku sangat kecil, parahnya banyak regulasi membatasi kewenangan daerah untuk mengelolah Sumber Daya Alam yang ada,” ungkap Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Maluku Bisri As Shiddiq Latuconsina disela pertemuannya dengan Bappeda Maluku di kantor Gubernur Maluku.Selasa,17 Juni 2025.
Terpenting dari itu juga, dengan hilirisasi maka Pemerintah Provinsi Maluku akan sangat mudah mengedalikan harga jual komoditi rempah lokal Maluku.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Daerah Maluku, Bisri As Shiddiq Latuconsina menjelaskan, rempah-rempah Maluku, seperti pala, cengkih, kopra, dan komuditas lainnya punya kulitas yang sangat tinggi.
Berdasarkan hasil penilitian,tingkatan kemurnian rempah-rempah asli Maluku juga sangat tinggi dibanding rempah daerah lainnya. Bahkan dalam kondisi rusak pun rempah Maluku masih punya nilai jual karena kemurniannya.
Tapi selama ini, secara ekonomi kekayaan alam Maluku itu belum membawa kesejahteraan bagi petani.
Bisri mengatakan itu disebabkan, beberapa hal yakni, harga jual remlah Maluku seperti pala dan cengkih diserahkan kepada pasar termasuk kopra dan coklat. Pemerintah selama ini tidak mengendalikan harga jual. Sehingga yang untung lebih adalah para tengkulak.
Kemudian, produk yang dijual ke luar Maluku hanya dalam bentuk biji atau bahan baku mentah. Sementara jika ada hilirisasi rempah-rempah hasil yang keluar adalah produk siap pakai, dengan sendirinya dimasa akan datang program ini membawa dampak ekonomi yang signifikan bagi daerah maupun petani.
“Sejarah telah membuktikan bahwa rempah-rempah kita Pala dan Cengkih menjadi buruan dunia itu ratusan tahun lalu, tapi sekarang harga rempah kita tidak menguntungkan para petani,” nilainya.
Hilirisasi ini penting, utamnya buah pala maupun cengkih yang mengandung usnur-unsur kimia dan sering digunakan untuk ragam produk ekonomi, bukan hanya industri makanan tapi juga dalam bidang medis obat-obatan dan fasion farpum dan lain-lainnya.
Jika kemudian, hilirasi rempah-rempah ini dikonsepkan dan menjadi yang prioritas, sudah pasti dikemudian hari ketergantungan anggaran pembangunan dari pusat akan berkurang.
Sebagai catatan, selama berada di Maluku, Bisri akan mengujungi beberapa instansi pemerintah daerah, pertemuan-pertemuan ini tidak terlepas dari agenda reses masa sidang IV tahun 2025.
Dalam pertemuan dengan Kepala Bappeda Maluku, Bisri juga menyoroti Dana Bagi Hasil (DBH) untuk Maluku yang dinilainya tidak proporsional.
Banyak sekali sumber daya alam yang dikeruk dan diambil Pemerintah Pusat dari Maluku tapi hasil yang didapat Provinsi Maluku belum adil. Misalnya Perikanan, perairan Maluku menyumbang sekitar 26 hingga 30 persen dari total stok ikan nasional. Ini menunjukkan betapa pentingnya peran Maluku dalam menjaga ketersediaan ikan bagi seluruh wilayah Indonesia.
“DBH yang kita dapat belum adil, harusnya pembagian DBH proforsional, tidak bisa sumber dayanya milik kita namun DBHnya dibagi sama untuk seluruh Indonesia, masukan-masukan dari Bappeda juga sudah kami catat, dan akan kami suarakan pada rapat-rapat di Jakarta,” ungkap Bisri.
Selain itu, Bisri juga menyarankan supaya Pemerintah Provinsi Maluku harus segera menyusun data base potensi Sumber Daya Alam (SDA) Maluku secara mandiri, tidak bisa bergantung pada data base milik pemerintah pusat.
Tujuannya supaya, pemerintah provinsi Maluku termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota punya data pembanding yang bisa digunakan untuk meningkatkan posisi tawar masyarakat Maluku kepada pusat.
“Sejauh ini, peta sumber daya alam kita di Maluku, ditentukan Jakarta (Pempus) kita tidak punya data base sendiri. Ini problem saat ini dan masa depan bagi kita,” singgungnya.●
Editor: Husen Toisuta
BACA BERITA TERKINI AMBONKITA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS