AMBONKITA.COM,- Organisasi Masyarakat Jurnalis Lingkungan Indonesia atau The Society of Indonesian Environmental Journalists (SIEJ) mengecam aksi massa yang menyeruduk Kantor Redaksi Teropong News, Kota Sorong, Papua Barat Daya karena memberitakan dugaan illegal logging. Massa mengintimidasi karyawan Teropong News di lobby resepsionis.
Aksi penyerudukan ini terjadi pada Senin (13/3/2023). Berdasarkan kronologis yang dihimpun Simpul SIEJ Papua Barat Daya, massa datang dengan menumpangi dua truk ke Kantor Redaksi Teropong News yang berlokasi di Jalan S. Kamundan Km.12 Kota Sorong, Papua Barat Daya. Mereka mengancam akan membakar kantor redaksi dan disertai ancaman pembunuhan terhadap para karyawan jika pemberitaan-pemberitaan terkait dugaan ilegal logging di Kabupaten Sorong tidak segera dihapus.
Intimidasi sekelompok orang ini juga terekam dalam video berdurasi 2 menit 50 detik yang diperoleh dan telah dikonfirmasi oleh Simpul SIEJ Papua Barat Daya. Dalam video terekam dua orang silih berganti membentak karyawan di meja resepsionis. Berkali-kali mereka melontarkan kata-kata ancaman agar berita dihapus. Sedangkan massa yang lain memadati ruang lobby kantor redaksi Teropong News.
Aksi penyerudukan massa ini dipicu oleh lima judul pemberitaan Teropong News dalam kurun 2 – 11 Maret 2023. Pemberitaan ini mengutip keterangan dari Juru Kampanye Hutan Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra. Teropong News menyoroti maraknya Illegal loging di Kabupaten Sorong, Papua Barat Daya terutama kayu berkualitas tinggi jenis Merbau Papua. Kayu-kayu ini berdasarkan laporan Teropong News marak dijumpai di sejumlah Tempat Penampungan Kayu (TPK) yang berizin maupun tidak. Kayu-kayu itu diduga ditampung dari masyarakat untuk diolah lalu dijual ke luar Papua hingga ke Surabaya, Jawa Timur.
Mengutip satu-satunya narasumber dalam laporannya, Teropong News menyebutkan kayu jenis Merbau Papua merupakan jenis kayu yang terancam punah dan terus diburu.
Koordinator SIEJ Simpul Papua Barat Daya Dedi Djunedi mengatakan, setelah ancaman dan intimidasi massa atas pemberitaan tersebut, hari ini Tim Hukum Teropong News resmi membuat laporan ke Polres Sorong Kota. Dalam laporan bernomor LP/B/227/III/2023//SPKT/Polresta Sorong Kota/Polda Papua Barat, selain memuat pasal pengancaman, tim hukum Teropong News juga memasukkan dugaan pidana dalam pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
“Langkah ini sudah tepat. Kami mendukung kasus ini harus dibawa ke ranah hukum meminta kepolisian mengusut para pelaku. Supaya kerja-kerja pers terlindungi terutama di Papua Barat Daya,” kata Dedi Djunedi.
BACA JUGA: Dorong Media di Indonesia Terus Kawal Isu Perubahan Iklim
Djunedi menambahkan, SIEJ Simpul Papua Barat Daya terus memantau kasus ini dan berkonsolidasi bersama Jaringan Advokasi Pembela Pers Papua. Apalagi maraknya illegal loging di Provinsi Barat Daya merupakan praktek yang sangat sensitif dan berbahaya diliput oleh jurnalis lokal.
“Karena itu kasus ini harus menjadi perhatian tidak hanya kepolisian namun juga KLHK. Pemberitaan media adalah bentuk kontrol dari praktek eksploitasi sumber daya alam Papua Barat Daya, dan wilayah Papua secara umum,” tambahnya.
Ketua Umum SIEJ Joni Aswira mengecam tindakan massa yang mendatangi kantor Redaksi Teropong News serta melontarkan ancaman pembakaran dan pembunuhan. Protes atas isi pemberitaan semestinya ditempuh dengan mekanisme yang telah diatur dalam UU Pers, yakni melalui hak jawab atau hak koreksi. Bahkan para pihak juga dapat melayangkan somasi dan membawa sengketa pemberitaan ke Dewan Pers. Menurut Joni, jika ketidakpuasan selalu direspon dengan kekerasan dan intimidasi, maka akan mengancam kerja-kerja jurnalistik dalam memenuhi informasi publik.
“Aparat penegak hukum harus memastikan jaminan perlindungan bagi kerja-kerja jurnalistik terutama di wilayah Papua yang kita tahu sangat berbahaya bagi pers menyoroti praktek kejahatan terhadap lingkungan dan sumber daya alam,” kata Joni.
Joni menambahkan, selama ini kasus Illegal loging di wilayah Papua mendapat sorotan terus menerus dari media. Maraknya peredaran kayu Illegal terutama jenis Merbau Papua mengindikasikan aturan SVLK tidak berjalan maksimal.
“Ini juga akan menjadi tantangan dan hambatan bagi implementasi peraturan Menteri LHK No 8/2021 tentang perubahan konsep SVLK. Yang tidak hanya berfokus kepada legalitas namun juga berbicara mengenai kelestarian sehingga kepanjangan SVLK yang semula Sistem Verifikasi Legalitas Kayu menjadi Sistem Verifikasi Legalitas dan Kelestarian,” tambah Joni.
Di sisi lain, SVLK pun juga tidak cukup kuat menghentikan praktek Illegal logging ditambah penegakan hukumnya masih lemah. Penerapan SVLK ini seyogyanya dapat memastikan kayu ilegal tidak beredar lagi sebab SVLK sudah bersifat mandatori.
Berdasarkan data Greenpeace Indonesia, dalam dua dekade tanah Papua kehilangan 641,4 ribu hutan alam. Deforestasi meningkat sejak 2012 dengan puncak terluasnya terjadi pada 2015. Kehilangan hutan alam dalam konsesi HPH di Papua dan Papua Barat selama 2001 – 2020 seluas 135,177 ha. Sedangkan kehilangan hutan alam dalam area pelepasan kawasan hutan di kurun waktu yang sama sebesar 161,175 Ha. Data Greenpeace Indonesia juga menunjukkan 21,95 persen atau 7,5 juta Ha Hutan Alam Papua terancam terdeforestasi.
Karena itu, Joni berpandangan isu hutan Papua mesti mendapat perhatian media. Liputan yang kritis akan mendorong pengawasan dan kebijakan yang lebih berpihak pada kelestarian hutan.
“Media pun harus memberitakannya secara profesional sesuai kode etik. Memperkuat basis verifikasi fakta, dan terpenting lagi melakukan konfirmasi terutama kepada pihak yang tertuding di dalam laporan. Ketaatan pada kode etik adalah benteng utama dari gugatan hukum,” tambah Joni. (**)
Discussion about this post