AMBONKITA.COM,- Tim penyidik Kejaksaan Negeri (Kejari) Kepulauan Tanimbar, menjerat enam orang tersangka dalam kasus penyalahgunaan SPPD diduga fiktif pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Kabupaten Kepulauan Tanimbar tahun 2020.
Enam tersangka itu adalah Jonas Batlayeri (Kepala BPKAD), Maria Goreti Batlayeri (Sekretaris BPKAD/kini Kadis Pariwisata dan Ekonomi Kreatif), Yoan Oratmangun (Kabid Perbendaharaan BPKAD Tahun 2020), Liberata Malirmasele (Kabid Akuntansi dan Pelaporan BPKAD Tahun 2020), Erwin Laiyan (Kabid Aset BPKAD Tahun 2020), dan Kristina Sermatang (Bendahara Pengeluaran BPKAD Tahun 2020).
“Total kerugian negara berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan oleh Inspektorat Daerah Kepulauan Tanimbar senilai Enam miliar enam ratus delapan puluh dua juta, tujuh puluh dua empat ratus dua rupiah (Rp 6.682.072.402),” ungkap Kepala Kejari Kepulauan Tanimbar, Gunawan Sumarsono, Kamis (2/2/2023).
Anggaran Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) pada BPKAD Kabupaten Kepulauan Tanimbar Tahun 2020 sejumlah Rp 9 miliar.
“Dari hasil penyidikan telah diperoleh bukti permulaan yang cukup untuk melakukan penetapan tersangka,” ujarnya.
BACA JUGA:Â Dua Perkara Korupsi di Tanimbar Masuk PN Tipikor Ambon
Jonas Batlayeri ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor B-195/0.1.13/Fd.2/02/2023; Kristina Sermatang Nomor B- 196/0.1.13/Fd.2/02/2023; Maria Goreti Batlayeri Nomor B-197/0.1.13/Fd.2/02/2023; Yoan Oratmangun Nomor B-198/0.1.13/Fd.2/02/2023; Erwin Laiyan Nomor B-199/0.1.13/Fd.2/02/2023; dan Liberata Malirmasele Nomor B-200/0.1.13/Fd.2/02/2023.
Gunawan menjelaskan, anggaran SPPD pada BPKAD Kepulauan Tanimbar tahun 2020 senilai Rp 9 miliar. Dalam laporannya, anggaran itu terserap habis 100 persen. Padahal, saat itu dunia dan Indonesia khususnya sementara dilanda pandemi Covid-19. Virus korona menyebabkan semua jalur transportasi ditutup dan dibatasi, serta pemberlakukan Work From Home atau kerja dari rumah.
“Terdapat dua jenis SPPD yang dianggarkan yaitu di dalam daerah dan di luar daerah. Dari hasil penyidikan terdapat tiga modus yang dijalankan dengan satu komando. Modus pertama bahwa benar ada perjalanan dinas yang dilakukan. Menerima SPPD tetapi SPPD yang dibayarkan melebihi dari standarnya. Misalkan tiket pesawat dari Saumlaki – Ambon Rp 1.600.000, tetapi tiketnya diganti dengan nominal lebih, jadi ada markup atau angkanya dipalsukan dan dibuat lebih tinggi,” bebernya.
Modus kedua, lanjut Gunawan, yaitu biaya perjalanan dinas dianggarkan namun pembayaran SPPD hanya dilakukan sebagian. Sementara sisanya tak tahu kemana. Bahkan, ada yang tidak menerima sama sekali SPPD, tetapi namanya dicatatkan.
Ketiga, kata dia, modus yang digunakan adalah SPPD diterbitkan, tetapi orangnya tidak melakukan perjalanan dinas. “Namun anggaran tetap dicairkan, jelasnya.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post