AMBONKITA.COM,- Warga Negeri Batu Merah, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, kembali melakukan aksi blokade jalan sebagai bentuk penolakan terhadap rencana eksekusi lahan oleh Pengadilan Negeri Ambon, Kamis (24/3/2022).
Sebelumnya, pada Rabu malam (23/3/2022), aksi serupa juga dilakukan di tempat yang sama yaitu di pertigaan jalan atau tepatnya di jembatan Negeri Batu Merah.
Aksi blokade jalan mendapat perhatian serius dari Kapolda Maluku Irjen Pol Lotharia Latif. Didampingi Wakapolda Maluku, Brigjen Pol Jan de Fretes, Kapolda datang menemui warga melakukan mediasi. Proses mediasi berlangsung di Masjid An Nur, Negeri Batu Merah.
Dalam mediasi tersebut, Kapolda Maluku Lotharia Latif, meminta waktu untuk mempelajari akar permasalahan sengketa lahan yang terjadi hingga pada proses pengadilan.
“Terkait permasalahan yang terjadi, kami meminta waktu untuk mempelajari akar permasalahan hingga proses pengadilan terkait sengketa lahan ini,” pintanya.
Mantan Kapolda Nusa Tenggara Timur itu mengaku akan berkoordinasi dan mendorong pihak-pihak terkait untuk kembali duduk bersama dan mediasi.
“Biarkan proses hukum tetap berjalan, kami akan memberikan saran dan masukan. Kita mendengar bukan berarti mencampuri tetapi mendengar untuk mengetahui akar permasalahan. Kita harus menciptakan image bahwa Maluku ini aman dan damai,” pintanya.
Orang nomor 1 Polda Maluku ini meminta warga untuk membuka blokade jalan. Sebab, hal itu sudah merugikan masyarakat lain yang akan melakukan aktivitasnya.
“Jangan tutup dan ganggu jalan umum. Selesaikan melalui proses hukum dan lakukan upaya-upaya hukum sesuai aturan. Kita minta pemuda dan masyarakat agar tertibkan jalan sehingga lalu lintas dapat dilancarkan seperti semula,” pintanya.
Mediasi yang dilakukan Kapolda membuahkan hasil. Warga akhirnya bersedia membuka palang jalan, dengan jaminan bahwa eksekusi lahan tidak dilakukan.
Terpisah, Penjabat Negeri Batu Merah, Diana Sakliressy, mengaku, aksi palang jalan yang dilakukan warga merupakan bentuk dari penolakan terhadap rencana eksekusi lahan di tiga lokasi petuanan Batu Merah. Diantaranya Air Kuning, Warasia, dan Lorong Putri.
“Jadi ini bentuk penolakan warga terhadap surat dari pengadilan negeri untuk eksekusi tanah di wilayah administrasi Negeri Batu Merah,” kata Diana.
Diana mengaku aksi dilakukan karena objek yang di sengketakan sebagaimana surat eksekusi dari PN Ambon tidak berada dalam wilayah petuanan Negeri Batu Merah.
“Menurut surat dari Pengadilan Negeri bahwa Dusun Hurunguan yang merupakan dusun dari Negeri Soya bagian dari kepemilikan keluarga Rehata itu ada di wilayah Petuanan Negeri Batu Merah, tetapi objek yang disengketakan itu tidak ada titiknya sama sekali yang bisa dinyatakan dalam wilayah Negeri Batu Merah, khususnya berada di Dusun Masawoi,” jelasnya.
Pemerintah Negeri dan Saniri Negeri Batu Merah, kata Diana, sudah mengajukan surat penangguhan eksekusi. Namun surat tersebut tidak pernah direspon pihak Pengadilan.
“Tidak ada mediasi untuk menentukan titik yang tepat bahwa Dati kepemilikan tanah dari keluarga Rehata itu ada di Negeri Batu Merah sehingga masyarakat merasa bahwa hal ini harus dihentikan, ini tidak boleh dilaksanakan, dan ini adalah bentuk penolakan masyarakat terhadap eksekusi ini,” katanya.
Diana mengaku bersyukur, karena Kapolda dan jajaran Polda Maluku telah merespon dan menindaklanjuti apa yang menjadi permintaan dari masyarakat Negeri Batu Merah.
“Beliau sudah menjamin bahwa hari ini tidak ada eksekusi yang dilakukan di lahan Air Kuning, Warasia dan Lorong Putri. Karena itu masuk administrasi Negeri Batu Merah, yang didalamnya ada kurang lebih 18 RT, dan kurang lebih 10.000 jiwa,” pungkasnya.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post