Dikatakan, sesuai dengan mandatori Paris Agreement yang telah diratifikasi Indonesia pada 2015, Indonesia berinisiatif menuju net-zero emission. Indonesia mencanangkan target pengurangan emisi karbon sebesar 29 persen dengan upaya sendiri, dan hingga 41 persen jika ada dukungan internasional.
Laksmi menambahkan perlu adanya transisi yang berkeadilan dalam mencapai komitmen tersebut. “Negara berkembang dan negara maju memiliki kapasitas yang berbeda. Yang pasti kami tidak bisa melakukan ini sendiri. Kami perlu komitmen bersama dengan para jurnalis
dan publik untuk bergerak bersama dalam mencapai net-zero emission ini,” kata Laksmi Dhewanthi.
Pada kesempatan yang sama, Vice-Chair, Working Group I IPCC Edvin Aldrian mengatakan perubahan iklim terjadi di segala lapisan bumi dan kondisi ekstrim itu terjadi secara bersamaan. “Adaptasi yang kita lakukan saat ini bisa menentukan skenario kita beberapa tahun kedepan,” katanya.
Edvin menambahkan IPCC merupakan badan PBB yang menangani ilmu perubahan iklim. Produk utama adalah laporan kajian perubahan iklim dalam tiga kelompok kerja: basis sains, kerentanan dan adaptasi dampak, dan Mitigasi.
“Perubahan iklim sudah mempengaruhi setiap wilayah di bumi, dalam berbagai cara. Perubahan yang kita alami akan meningkat dengan pemanasan lebih lanjut,” ujar Edvin dalam pemaparannya.
Senior Reporter Kompas Ahmad Arif mengatakan bahwa di Indonesia, wacana terkait perubahan iklim itu dianggap sebagai isu tunggal (stand alone) karena tidak dikaitkan dengan isu lingkungan lainnya seperti banjir, kesehatan, atau pangan. Hal ini karena publik melihat
isu perubahan iklim punya dimensi yang kompleks di hampir setiap persoalan hidup. Padahal kalau itu dilakukan, maka inklusivitas perubahan iklim akan lebih mudah dicerna oleh publik.
“Ini merupakan PR besar terkait isu perubahan iklim yang masih stand alone di media massa, dapat menjadi salah satu barrier penyebab rendahnya literasi masyarakat.” kata Ahmad Arif.
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post