AMBONKITA.COM,- Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, menyoroti proyek pembangunan gedung E yang merupakan ruang bedah sentral/operasi ICU dan ICCU RSUD dr. M. Haulussy, Kota Ambon.
Gedung yang hingga saat ini tak kunjung selesai dikerjakan tersebut menjadi perhatian Lewerissa saat melakukan inspeksi mendadak (Sidak) di Rumah Sakit milik Pemerintah Provinsi Maluku itu pada Senin (24/3/2025).
Saat sidak Lewerissa yang didampingi Plt Direktur RSUD Haulussy, dr. Vitha Nikijuluw dan jajaran, mengecek pelayanan, kebersihan serta kondisi sarana prasarana (Sarpras) pada setiap ruangan.
Gubernur juga mengecek gudang penyimpanan obat-obatan, ruang instalasi radiologi, ruang rekam medis, unit gawat darurat (UGD) hingga ruang intern laki-laki.
Orang nomor satu di Maluku ini fokus pada gedung E yang sejak dibangun tahun 2021 lalu, hingga kini tak kunjung selesai alias mangkrak.
Pekerjaan gedung berlantai 2 ini menelan anggaran Rp49,6 miliar. Anggaran fantastis tersebut, ternyata tidak sebanding dengan kondisi gedung yang dindingnya sudah retak, dan lantai II yang belum terpasang keramik, hanya dilapisi karpet tipis warna biru.
Kondisi plafon juga seperti sudah dimakan rayap, dan material yang masih berserakan di sejumlah ruangan. “Nanti kita lihat bagaimana tindaklanjutnya,” kata Lewerissa menyikapi kondisi gedung tersebut.
Plt Direktur RSUD dr Haulussy Ambon, dr. Novita Nikijuluw, mengatakan, gedung E sebelumnya diusulkan ke Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk direnovasi. Anggarannya bersumber dari dana alokasi khusus (DAK) dengan pagu Rp45 Miliar di tahun 2021.
Menurutnya, lantai bawah gedung ini merupakan ruangan ICU dan ICCU. Namun Gubernur Maluku saat itu Murad Ismail menginginkan bangun gedung baru.
“Bapak Murad Ismail tidak mau kegiatan hanya rehab saja, tapi ingin bangun baru dengan anggaran sebesar itu,” jelasnya.
Pembangunan gedung dua lantai tersebut baru berjalan di November 2021. Proyek ini dikerjakan oleh PT Dwipa Bhirawa Lestari dengan KPA, Dirut RSUD Haulussy saat itu, dr. Tini Pawa, dan PPK Linley Pattinama dari Dinas PUPR Maluku.
Mirisnya, hingga kini pekerjaannya hanya mencapai 75 persen untuk ruangan ICU dan ICCU, sehingga belum dapat difungsikan. Anggaran yang dibayarkan ke PT Dwipa adalah senilai Rp31 Miliar dari Rp45 miliar.
“SILPA atau sisa lebih penggunaan anggaran senilai Rp13 miliar dianggarkan lagi di tahun 2022,” ungkap Nikijuluw.
Pekerjaan lanjutan kata Nikijuluw, berlangsung pada Oktober 2022 oleh CV Cecilia Mandiri, dengan PPK Linley Pattinama dari Dinas PUPR Maluku, dan KPA, Dirut RSUD saat itu, Zulkarnaini, berupa finishing lantai bawah dan penyelesaian lantai 2 yang diperuntukkan untuk ruangan operasi dengan lima kamar OK dan menggunakan lift.
Namun proyek tersebut lagi-lagi tak rampung dikerjakan, hanya satu kamar OK lengkap dengan Mot.
Akhir Desember 2022, keluar lagi dokumen kontrak pada DPA perubahan, yaitu penambahan dana sebesar Rp10 miliar, dengan nilai pada dokumen kontrak Rp9,850 miliar dan nomor 028/2210/XXII/2022 tertanggal 8 Desember 2022, untuk penyelesaian ruangan OK.
“Jadi ada dua kontrak yang ditandatangani terkait pembangunan lanjutan kamar operasi yang bersumber dari sisa DAK Rp13 miliar dan DAU murni sebesar Rp9,8 miliar. Alasannya karena tidak cukup anggaran,” jelasnya.
Ternyata, tambah Dia, kontrak Rp9,8 miliar dibatalkan oleh Inspektorat dengan alasan dalam satu tahun tidak boleh ada dua mata anggaran untuk kegiatan yang sama. Namun ternyata pekerjaan yang dilakukan dengan Pagu Rp9,8 miliar telah terpakai sebanyak Rp3,3 miliar.
Menariknya, dana Rp3,3 miliar tidak diberikan kepada pihak ketiga yang telah melaksanakan pekerjaannya, dengan alasan kas daerah dalam keadaan kosong.
Saat itu KPA yang menandatangani kontrak Rp9,8 miliar adalah dr. Nazaruddin.
Hal ini diperkuat dengan pemeriksaan BPK, ditemukan pekerjaan kontrak Rp13 miliar, CV Cecilia Mandiri baru menerima bayaran Rp280 juta dari Rp1,8 miliar, sehingga hutang daerah kepada perusahan tersebut sebesar Rp3,3 miliar tidak dapat dibayarkan, dan tidak dibuatkan sebagai hutang.
Bukan hanya itu, BPK juga tidak melakukan pemeriksaan lanjut atas hutang tersebut.
“CV Cecilia Mandiri sendiri telah menagih hutang mereka kepada pemerintah daerah sebesar Rp3,3 miliar. Di tahun itu pula sebetulnya ruangan ICU dan ICCU sudah dapat difungsikan namun sampai saat ini belum dipakai,” ungkap Nikijuluw.
Pada tahun 2024, keluar DPA kegiatan lanjutan pembangunan bangunan kamar operasi yang bersumber pada Earmark sebesar Rp10 miliar. Dengan nilai kontrak fisik Rp 9.072.587.000 dan nomor kontrak 01-101/SP/FSK/APBD/RSUD/X/2024 tertanggal 02 Oktober 2024.
Penyedia/kontraktor ialah CV Kezia Barokah, dengan PPK Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Maluku, Nur Mardas.
Sedangkan KPA adalah dr. Novita Nikijuluw, Direktur RSUD Haulussy saat ini.
Kontrak ditandatangani bulan Oktober, dan berakhir pada 31 Oktober 2024. Pekerjaan yang baru dibayarkan adalah Rp5,4 miliar dan sisa Rp3,6 miliar yang sudah diakui sebagai hutang daerah. Sisa hutang tidak bisa dibayarkan dengan alasan kas daerah kosong.
“Tetapi bangunan ini khususnya lantai 2 masih juga belum digunakan karena sistem gas medik tidak berfungsi. Pada pembangunan ini juga, ketika sangat tidak memperhatikan kegiatan tersebut. Bahkan sistem gas medik dihilangkan dari kontrak awal yang tertuang dalam dokumen adendum 01,” urainya.
Dirinya berharap, Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa, bisa menyikapi persoalan tersebut, dan melakukan evaluasi tertutup.
Editor: Husen Toisuta
BACA BERITA TERKINI AMBONKITA.COM LAINNYA DI GOOGLE NEWS