Sebetulnya apa LIN itu? Kalau dicermati secara filosofis kata Lumbung maknanya “tempat menyimpan cadangan pangan”.
Lumbung Ikan Nasional dapat dipahami sebagai “tempat menyimpan cadangan pangan protein ikan secara nasional”. Alias perwujudan kedaulatan pangan berbasis komoditas maritim.
Apakah LIN begitu arahnya? Coba kita analisis. Pelabuhan Ambon Newport merupakan pusat gravitasi ekonomi maritim di Maluku hingga Maluku Utara dan mencakup kawasan LIN.
Kawasan ini mencakup 8 Provinsi yaitu Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.
Harapannya, Ambon Newport bisa mengakselerasi pembangunan ekonomi maritim dan kepuluan kawasan LIN.
Pasalnya secara makro struktural kawasan LIN merupakan daerah-daerah dengan tingkat kemiskinan dan rasio gini (kesenjangan yang tinggi).
Dari 8 provinsi LIN hanya Sulawesi Utara dan Maluku Utara prosentasi penduduk miskinnya di bawah 10 %. Selebihnya di atas 10 %.
Dari 8 provinsi LIN gini rasionya nyaris semuanya timpang alias mendekati 0,4 kecuali Maluku Utara (0,290) (baca: Suhana, 2021). Ketimpangan paling tinggi ialah Gorontalo (0,406) (BPS, 2021).
Kawasan LIN ini juga dihuni nelayan tradisional. Di Maluku dan Maluku Utara jumlahnya 198.385 jiwa. Komposisinya: 163.441 di Maluku dan 34.944 di Maluku Utara.
Dari nilai tukar nelayan (NTN) 2019, 2020 dan 2021 hingga bulan September 2021, Maluku dan Maluku Utara relatif baik. Kendati mengalami fluktuatif semenjak merebaknya Covid-19.
Dari semua provisi LIN NTN di bawah angka 100 adalah Gorontalo dan Papua Barat sepanjang 2019-2021. Bahkan selama 2019-2020 NTN semua provinsi LIN nyaris semua di bawah 100, kecuali Sulawesi Utara.
Artinya apa? Tingkat kesejahteraan nelayan kita di wilayah LIN tergolong rendah. Pertanyaannya apakah LIN ini bakal menyelesaikan problem kemiskinan, dan ketimpangan di wilayah LIN? Atau, malah kian memperparah.
Penulis mencoba mencermati aneka kebijakan pemerintah dalam tahun 2020. Semenjak pemerintah mengesahkan UU No 11/2021 tentang Cipta Kerja pemerintah mulai melahirkan ragam kebijakan turunannya.
Kebijakan turunan itu adalah: pertama, PP No 27 Tahun 2021 tentang : Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan.
Ada berbagai poin penting di dalamnya, pertama, Perubahan Zona inti di kawasan konservasi menjadi kawasan Strategi Nasional (Pasal 2 sampai Pasal 7) Padahal Indonesia telah menetapkana kawasan konservasi laut 20 Juta hektar.
Kedua, Membolehkan penggunaan alat tangkap dilarang; jaring Hela (Pukat Hela) (Pasal 116). Sebelumnya dilarang;
Ketiga, Membolehkan transipment ikan di tengah laut (Pasal 115b, 118);
Keempat, Impor kapal ikan (Pasal 124). Berpotensi mematikan industri perkapalan dalam negeri dan masuknya kembali kapal ikan asing dengan modus imporn dan
Kelima, Membuka kran impor ikan (pasal 282-283) dan impor garam (Pasal 284). Pastinya mengancam kehidupan nelayan tradisional dan petambak garam.
Discussion about this post