AMBONKITA.COM,- Leuwaradja Hendrik Marthin Ferdinandus alias Leo, Terdakwa kasus dugaan korupsi di Balai Latihan Kerja (BLK) Ambon Tahun 2021, divonis bersalah.
Mantan Bendahara Pengeluaran itu dihukum penjara 8 tahun, denda Rp 500 juta, dan wajib membayar uang pengganti sebesar lebih dari Rp2 miliar (Rp2.030.873.555).
Vonis bersalah dibacakan Majelis Hakim yang diketuai Rahmat Selang. Ia didampingi dua Hakim anggota; Antonius Sampe Samine dan Agus Hairullah.
Sidang pembacaan putusan perkara itu berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Ambon, Senin (16/10/2023).
Terdakwa Leo dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana Korupsi, sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang (UU) RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, sebagaimana diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana dalam Dakwaan Primair.
“Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa Leuwaradja Hendrik Marthin Ferdinandus alias Leo alias Lewa berupa pidana penjara selama 8 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan dan denda sebesar Rp500 juta, subsider 6 bulan kurungan,” kata Hakim Rahmat Selang dalam amar putusannya.
BACA JUGA: Tiga Tersangka di Kasus Dugaan Korupsi Dana DIPA Poltek Ambon
Tak hanya itu, Majelis Hakim juga menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sesuai nilai kerugian yang ditimbulkan yaitu sebesar lebih dari Rp2 miliar
“Menetapkan agar terdakwa membayar uang pengganti sebesar Rp2.030.873.555, dengan ketentuan dalam waktu 1 bulan jika tidak diganti sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut dan jika harta benda terdakwa tidak mencukupi untuk menutupi uang pengganti dimaksud maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 tahun penjara,” katanya.
Menurut Hakim, yang memberatkan terdakwa yaitu perbuatannya bertentangan dengan program pemerintah yaitu pemberantasan Tipikor. Sementara yang meringankan yakni Terdakwa berlaku sopan dalam persidangan, menyesali perbuatannya dan merasalah bersalah. Terdakwa juga belum pernah dihukum dalam suatu perkara pidana, serta memiliki tanggungan keluarga yaitu istri dan anak-anak.
Setelah mendengarkan putusan Majelis Hakim dalam perkara itu, baik Jaksa Penuntut Umum (JPU) maupun Terdakwa masih menyatakan pikir-pikir.
Untuk diketahui, putusan Majelis Hakim ini lebih tinggi dari tuntutan JPU Kejari Ambon. Sebelumnya, JPU menuntut Terdakwa dihukum penjara selama 7 tahun dan 6 bulan. Terdakwa juga dituntut membayar denda sebesar Rp300 juta, subsider 6 bulan kurungan. Terdakwa juga diminta untuk membayar uang pengganti sebesar Rp2.030.873.555.
Modus operandi yang dilakukan Terdakwa yaitu dengan cara merekayasa nota-nota pembelanjaan. Di mana data yang direkayasa disesuaikan dengan nilai anggaran yang tercantum dalam DIPA BLK Ambon. Terdakwa kemudian membuat stempel palsu dan menandatangani sendiri kuitansi tanda terima atas nama pihak ketiga untuk membuat laporan pertanggungjawaban keuangan.
Dari total anggaran rutin kegiatan di BLK Ambon tahun 2021 sebesar Rp27.840.050.000, terdapat enam pembelanjaan yang diduga fiktif. Perbuatan itu menyebabkan kerugian negara sebesar lebih dari Rp2 miliar itu, sebagaimana Laporan Hasil Audit Penghitungan Kerugian Keuangan Negara dari BPKP Maluku.
Editor: Husen Toisuta
Discussion about this post