AMBONKITA.COM,- Ismail Rumaday, mantan Kepala Desa Kilga Watubau, Kecamatan Kian Darat, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), divonis bersalah. Ia dihukum penjara selama 4 tahun penjara.
Putusan bersalah terhadap Ismail Rumaday disampaikan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon, Selasa (15/2/2022).
Ismail terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo pasal 18 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana Dakwaan Primair.
“Menjatuhi pidana terhadap terdakwa dengan pidana penjara selama 4 tahun dikurangi selama terdakwa berada dalam tahanan, dengan perintah agar terdakwa tetap ditahan,” ucap Hakim Ketua Cristina Tetelepta dalam amar putusannya.
Selain pidana badan, Majelis Hakim juga menghukum terdakwa membayar denda Rp 100 juta, subsidair 2 bulan penjara. Ia juga dibebankan membayar uang pengganti Rp 302.058.068, dengan ketentuan apabila tidak dibayar dalam waktu 1 bulan sesudah putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta benda milik terdakwa akan disita dan dilelang menutupi uang pengganti tersebut.
“Jika terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti maka dipidana selama enam bulan,” sebut hakim.
Putusan 4 tahun penjara yang dijatuhkan Majelis Hakim lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) SBT. JPU sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara 5 tahun.
Atas putusan itu, JPU Rido Sampe, maupun penasehat hukum terdakwa Herberth Dadiara menyatakan pikir-pikir.
Sebelumnya, JPU dalam dakwaannya menyebutkan terdakwa melakukan penyalahgunaan terhadap pengelolaan Alokasi Dana Desa (ADD) dan Dana Desa (DD) tahun 2016 senilai lebih dari Rp 700 juta.
Awalnya, dalam proses pencairan ADD dan DD, terdakwa melakukan manipulasi tandatangan perangkat desa, serta membuat markpup harga barang untuk dimasukan dalam data-data pendukung untuk proses pencairan. Misalnya, APBDes, RAB, SPP (Surat Perintah Pembayaran).
Saat pencairan uang tersebut, terdakwa meminta saksi Jasmia Rumadedey bersama-sama ke Bank melakukan transaksi. Setelah itu, saksi menyerahkan semua uang ADD dan DD kepada terdakwa.
Terdakwa dalam mengelola ADD dan DD tidak transparan. Buktinya, ada sebagian pekerjaan fisik dalam desa yang di markup dan sebagian fiktif.
Akibat dari perbuatan itu, terdakwa tidak dapat melakukan bukti pertanggung jawaban secara baik dan benar, akhirnya terjadi kerugian keuangan negara sebesar Rp 290 juta.
Penulis: Husen Toisuta
Discussion about this post